Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fraksi Demokrat Dorong Bentuk Pansus Divestasi Freeport, Mengapa?

Kompas.com - 15/01/2019, 19:19 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir menganggap banyak kejanggalan dari divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia oleh pemerimtah melalui PT Inalum.

Menurut dia, keputusan tersebut banyak berbenturan dengan regulasi yang ada. Oleh karena itu, ia mengatasnamakan partainya mendorong dibentuknya panitia khusus (pansus) membahas kasus Freeport.

"Untuk minta pertanggungjawaban para Dirjen dan keputusan tersebut, kami dari Fraksi Demokrat meneruskan interupsi untuk membentuk pansus supaya kasus pengambilalihan saham Freeport lebih jelas dan terang," ujar Nasir di ruang rapat Komisi VII, Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (15/1/2019).

Hal itu dia sampaikan saat melakukan rapat dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PT Inalum, dan PT Freeport Indonesia.

Baca juga: Kementerian ESDM Paparkan Masalah Izin Lingkungan Freeport Indonesia

Nasir ingin semua instansi terkait, termasuk instansi dan lembaga yang hadir dalam rapat tersebut juga dilibatkan dalam kasus Freeport. Nasir mempertanyakan kegentingan pemerintah untuk melakukan divestasi saham PTFI.

Menurut dia, merebut 51 persen aset PT Freeport akan lebih mudah jika dilakukan pada 2021 saat kontrak karyanya habis. Ia menganggap banyak kejanggalan, terutama dari sisi regulasi.

"Ini ruang yang dipaksakan dan banyak menabrak aturan. Saya melihat karena kepentingan seseorang ini lahir semua. Hanya karena divestasi Inalum, harus buat Peraturan Menteri baru, Surat Keputusan baru. Ada kepentingan apa?" kata Nasir.

Baca juga: EBITDA Turun, Freeport Tak Bagi Dividen Selama 2 Tahun

Nasir juga menganggap ada perlakuan khusus Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap Freeport karena bisa dalam waktu singkat mengeluarkan Izin Usaha Khusus Pertambangan. Ia membandingkan dengan kasus di daerah pemilihannya, Riau, di mana banyak pengajuan izin usaha tambang yang belum selesai diurus hingga hitungan bulan bahkan tahun.

"Apakah kepentingan Freeport lebih penting daripada kepentingan daerah saya. Harusnya Inalum bisa menunggu sampai 2021," kata Nasir.

Nasir mengatakan, daripada mengurus divestasi Freeport, masih banyak tumbukan masalah Inalum yang belum selesai, termasuk masalah limbah.

Selama menjadi anggota DPR dalam dua periode, menurut Nasir, belum pernah ada perusahaan yang diperlakukan istimewa seperti Freeport. Apalagi sampai membuat regulasi baru untuk melegalkan divestasi saham Freeport.

"Semua aturan dalam tahun ini diubah semua. Kok di (tahun) ini diubah. Sedikit-sedikit bikin Permen," kata Nasir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com