Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaminan Kesehatan Nasional Belum Dipahami sebagai Asuransi Sosial

Kompas.com - 15/01/2019, 22:30 WIB
Murti Ali Lingga,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Prakarsa menilai kehadiran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga belum dipandang sebagai asuransi sosial. Sehingga dalam memberi pelayanan kepada masyarakat belum maksimal dan sepenuhnya.

"Bahwa secara perspektif JKN belum dipahami sebagai asuransi sosial, baik rumah sakit, BPJS Kesehatan sendiri, dan bahkan oleh sebagian pejabat pemerintah," kata Direktur Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).

Maftuchan mengungkapkan, sejauh ini kinerja lembaga jaminan kesehatan bentukan pemerintah memang masih berjalan baik. Namun masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dan dituntaskan.

"Kami melihat jaminan kesehatan nasional kita on the right, meskipun dengan berbagai catat-catatan," ujarnya.

Selain pemerintah dan BPJS Kesehatan, kegagalan memahami JKN sebagai asuransi sosial juga terdapat pada masyarakat. Bahkan, publik belum bisa membedakan asuransi dari BPJS Kesehatan dan asuransi profit miliki swasta.

Inilah masalah fundamental dan mendasar dalam dunia jaminan kesehatan dalam negeri saat ini. Disamping masalah pelayanan maupun defisit menjadi sorotan.

"Askes dulu menjadi perseroangan yang mengelolah asuransi, tapi sebagai perseoraan itu profit. Sementara sekarang, ketika dia menjadi pelaksana BPJS Kesehatan, itu non profit dan mainset-nya belum berubah. Meskipun sistemnya sudah berubah tapi kadang caranya belum, kesadarannya belum berubah," paparnya.

Maftuchan menyimpulkan, pangkal masalah-masalah inilah yang harus dipahami dan segera diperbaiki pemerintah, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga perencanaan JKN melayani warga bisa tercapai sepenuhnya.

"Catatan-catatan itulah yang perlu segera diperbaiki. Agar road maps itu makin cepat kita capai. Indikator utama adalah cakupan 100 persen kepesertaan. Karena sumua harus mendapatkan layanan. Karena sifatnya mandatori (jadi) wajib," terangnya.

Selain itu, lanjut, dia permasalahan harian seperti kualitas dan akses pelayanan serta pembiayaan juga harus segera diatasi.

Hal senanda disampaikan Tenaga Ahli Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Hasbullah Thabrany. Menurutnya, masih banyak yang salah dalam memahami JKN termasuk beberapa orang di eksekutif maupun legislatif.

"JKN belum dipahami sebagai sebuah sistem asuransi publik. JKN masih banyak diperbandingkan dengan asuransi komersial," kata Hasbullah.

Hasbullah menjelaskan, ciri utama asuransi komersial adalah iuran yang dibayarkan pesertanya sesuai dengan risiko kesehatan yang dimiliki suatu kelompok. Namun, asuransi sosial menggunakan prinsip gotong royong, salah satunya melalui iuran tanpa memandang risiko kesehatan yang dihadapi pesertanya.

"Orang sakit harus diobati, tentu orang lanjut usia 70 tahun akan menggunakan biaya kesehatan lebih banyak daripada iurannya," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com