Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbanyak Pupuk Bersubsidi, Rini Minta Biaya Produksi Ditekan

Kompas.com - 09/02/2019, 08:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Tim Redaksi

CIANJUR, KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno ingin pupuk bersubsidi yang dipasarkan ke petani semakin banyak.

Namun, agak sulit bagi pemerintah untuk menambah anggaran agar pupuk bersubsidi lebih banyak tersedia.

Menurut dia, cara yang paling mungkin dilakukan yakni menekan biaya produksi

"Memang yang saya dorong bagaimana ke depan justru kita itu bisa menurunkan biaya produksi, jadi subsidi dalam jumlah ton bisa lebih banyak," ujar Rini di Gudang Lini III Pasir Hayam di Cianjur, Jawa Barat, Jumat (8/2/2019).

Baca juga: Menteri Rini Pastikan Stok Pupuk Bersubsidi Aman

Saat ini, biaya produksi pupuk sebesar Rp 4.500 per kilogram. Sementara untuk pupuk subsidi dijual seharga Rp 1.800 per kilogram.

Jika biaya produksi bisa ditekan kurang dari itu, maka alokasi subsidi untuk petani bisa lebih besar.

Rini mengaku banyak petani yang mengeluhkan keterbatasan stok pupuk subsidi di kios.

Karena lahan harus segera ditanami, maka terpaksa mereka membeli pupuk nonsubsidi yang harganya dua kali lipat lebih mahal.

"Ada petani yang mau menanam malah tidak dapat pupuk. Minimal pupuk nonsubsidi juga tersedia," kata Rini.

Rini mengatakan, bahan baku pupuk adalah gas. Maka untuk bisa menekan harga, efisiensi gas juga harus dilakukan.

Ia mengaku telah berkomunikasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menurunkan harga gas.

Cara lainnya yakni dengan mencari alternatif gas, misalnya dengan olahan batu bara.

"Kami harapkan tiga tahun dari sekarang itu kita bisa mendapatkan gas juga dari proses batu bara yang kalori rendah menjadi gas. ini yang akan kami mulai nanti di Riau," kata Rini.

Baca juga: Manfaatkan Pupuk Organik, Petani Diminta Bijak Pakai Pupuk Bersubsidi

Sementara itu, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat mengatakan, pihaknya berharap harga gas terus turun agar biaya produksi semakin murah.

Dalam beberapa tahun terakhir, pihaknya telah melakukan revitalisasi produksi dengan mengganti bahan baku gas untuk produksi dengan batu bara.

Setidaknya, ada 15 pabrik yang menggunakan efisiensi gas tersebut.

"Untuk utilitas seperti untuk listrik, untuk steam kami gunakan batu bara," kata Aas.

Dengan revitalisasi, kata Aan, pemakaian gas bisa sampai 24 MMbtu per ton.

Sementara dengan menggunakan gas biasa, penggunaannya bisa sampai 30 hingga 35 MMbtu per ton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com