Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Alarm Stres dalam Bekerja yang Berbahaya

Kompas.com - 11/02/2019, 11:39 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Manusia secara naluri memiliki alarm tubuh yang mendeteksi kondisi fisiknya, seperti sakit atau kelelahan. Namun, tak semua bisa mendeteksi bahwa Anda mengalami stres berat.

Praktisi kesehatan mental, Jiemi Ardian mengatakan, biasanya penderita agak sulit menentukan sendiri apakah dirinya mengalami stres berat atau tidak. Terutama bagi pekerja yang memiliki beban kerja yang berat dan kurang istirahat.

Pertanda umumnya yakni sedih dan putus asa yang berkepanjangan. Namun, ada satu indikator yang juga menjadi pertanda kemungkinan anda mengalami stres, yakni sulit mendeskripsikan emosi dan perasaan.

"Ini membentuk pertahanan mental, emosional seseorang untuk tidak merasakan rasa sakit karena secara emosional akan defence. Ini membuat kita todak lagi mempu merasakan apapun, termasuk kesenangan atau kesedihan," ujar Jiemi kepada Kompas.com, Sabtu (9/2/2019).

Baca juga: Terungkap, 3 Alasan Milenial Resign dari Pekerjaan

Jiemi mengatakan, gejala tersebut bisa jadi alarm bahwa anda butuh pertolongan psikolog atau psikiater untuk menanganinya. Penanganan stres pun berbeda-beda setiap individu. Level stres pun tergantung pada ketahanan masing-masing orang terhadap tekanan itu.

Stres tidak datang begitu saja. Biasanya disebabkan dari masalah-masalah kecil yang terjadi setiap hari dan ditimbun menjadi beban. Misalnya, stres ringan yang dianggap sebagai risiko pekerjaan yang biasa bisa menjadi kronis jika tidak diredam.

Ditambah lagi dengan orangtua yang bertengkar setiap hari juga secara tidak sadar meningkatkan kadar stres. Jika terjadi terus menerus setiap hari, hal-hal tersebut bisa jadi pemicu.

Manusia kata Jiemi, tidak pernah dilatih bagaimana menangani stres. Tidak tahu juga kapan bisa menghentikannya dan mengistirahatkan pikiran secara total.

"Ketika ini tidak jelas, wajar seseorang dalam kondisi mental breakdown. Bukan karena lemah, tapi dia tidak tahu saja bagaimana melawannya," kata Jiemi.

Baca juga: Cerita Dona Kehilangan Pekerjaan Karena Pinjaman Online

Stres juga mengakibatkan kurangnya istirahat. Demikian juga kurang istirahat akan memicu stres.

Sebagian klien Jiemi ada yang pekerja lepas maupun pekerja seni yang menuntut otaknya bekerja keras. Ide-ide tak bisa saat itu juga datang, sementara deadline terus memburu. Kondisi dengan tekanan seperti itu membuat sulit tidur dan mendorong kondisi mental ke arah negatif. Saat bekerja pun lebih susah fokus.

Jiemi mengatakan, sebuah kondisi disebut gangguan psikiatri yang disebabkan disfungsi dalam kegiatan sehari-hari itu sudah mengganggu. Jika pertanda ini terjadi, Jiemi.menyarankan untuk segera konsultasi ke ahli.

"Yang masalah bukan hanya depresinya, tetapi kita dalam struktur sosial. Maka pencegahan jadi penting dilakukan sejak awal," kata Jiemi.

Jiemi mengatakan, manusia harus lebih menyadari sedikitpun gejala stres. Jika sadar kondisi diri yang sudah tidak sanggup lagi, maka waktunya berhenti sejenak. Kalaupun dilanjutkan pun tidak akan efektif bagi pekerjaan dan semakin menyakiti diri sendiri. Sebab, stres menjadi berbahaya jika menyebabkan kita berhenti bertumbuh.

"Saat kita merasakan perasaan marah, sedih, kecewa terus menerus, kadar stres kita bermasalah. Apakah kita memang masih mampu, teruskanlah. Kalau sudah mengganggu, perlu berhenti," kata dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com