JAKARTA, KOMPAS.com - Defisit minyak dan gas (migas) di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan nasional diperkirakan akan semakin besar mulai 2025 hingga 2050 mendatang.
Diperkirakan hingga 2050 kebutuhan migas khususnya minyak secara persentase belum berkurang secara signifikan dan mencapai 2 juta-3 juta barel per hari (bph). Sementara jumlah cadangan minyak Indonesia diperkirakan hanya 3,5 miliar barel atau hanya 0,2 persen dari cadangan minyak dunia.
Dengan demikian, dibutuhkan usaha luar biasa agar produksi nasional bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara tidak terus menerus mengimpor minyak untuk menutupi defisit tersebut.
Hal tersebut dikatakan Syamsu Alam, Ketua Alumni Teknik Geologi ITB, dalam seminar bertajuk "Neraca Energi Indonesia, Suatu Tinjauan Kritis Sektor Migas” yang digelar Ikatan Alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (IAGL ITB) di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Baca juga: Faisal Basri: Cadangan Minyak Terus Diperkosa, Tapi Kita Malas Mengeksplorasi
“Kita harus ingat, produksi minyak saat ini 800.000 bph. Itu yang 200.00 bph berasal dari Banyu Urip. Kalau tidak ada Banyu Urip, produksi hanya 500.000 bph. Kalau tidak menemukan Banyu Urip lainnya, kita akan menghadapi masalah besar nantinya,” ujar Syamsu.
Nanang Abdul Manaf, Wakil Ketua IAGL ITB menambahkan, berdasarkan neraca sumber energi primer minyak dan gas bumi 2025 dan 2050, pada 2025 akan ada defisit minyak sebesar 1,39 juta bph dan 2.837 juta standar kaki kubik per hari (MMCFD) gas.
Defisit akan makin besar pada 2050, yakni 3,82 juta BOPD minyak dan 24.398 MMSCFD gas.
Nanang mengatakan ada beberapa langkah untuk meningkatkan produksi dan menutup defisit pada 2025 dan 2050.
Langkah tersebut di antaranya adalah insentif untuk usaha-usaha eksplorasi sebagai antisipasi jangka panjang, percepatan pembangunan lapangan minyak atau plan of development (POD).
Baca juga: Pertamina Temukan Cadangan Minyak Baru di Riau
Kemudian, meningkatkan cadangan minyak di sumur sekunder dan tersier (enhanced oil recovery/EOR), dan pencarian lapangan yang belum dikembangkan (upside potential) di lapangan migas yang sudah terbangun.
“Selain itu perlu mendorong BUMN migas atau perusahaan energi nasional untuk mencari sumber energi di luar Indonesia,” kata Nanang yang juga Presiden Direktur PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero).
Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pemerintah cukup concern dengan upaya untuk meningkatkan produksi migas.
Menurut dia, saat ini ada dana yang cukup besar untuk kegiatan eksplorasi migas, baik dalam maupun luar wilayah kerja minyak dan gas.
Jumlah dana dalam bentuk modal komitmen kerja pasti dari kontrak kerja sebesar 2,1 miliar dollar AS. Dari jumlah tersebut, sebesar 1,1 miliar dollar AS bisa digunakan untuk kegiatan eksplorasi.
Baca juga: Temukan Cadangan Minyak Baru, Saka Energi Targetkan Produksi di 2019
“Ini dana yang bisa digunakan untuk eksplorasi 5-10 tahun ke depan. Dana ini kami harapkan terus bertambah,” ujar Arcandra, dalam seminar tersebut.