Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Turunnya Daya Beli Masyarakat Jadi Tantangan Perekonomian RI

Director Investor Relation and Chief Economist Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menjelaskan, ada beberapa hal yang membebani laju perekonomian. Dari sisi internal, tantangannya adalah penurunan daya beli.

"Penurunan ini disebabkan karena penurunan harga komoditas, kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah dan perubahan pola konsumsi masyarakat," ujar Budi dalam pernyataan resmi, Rabu (26/7/2017).

Di pasar komoditas, harga minyak tertekan karena kelebihan pasokan. Penurunan harga minyak juga mempengaruhi harga karet alam.

Permintaan komoditas lain yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil-CPO) dari China menurun, sehingga membuat harganya yang sudah perlahan naik kembali tertahan bahkan cenderung turun. Penurunan harga komoditas ini berdampak pada pendapatan masyarakat.

Inflasi pada paruh pertama tahun ini tercatat sebesar 2,38 persen. Jika diperhatikan lebih jauh, terlihat bahwa inflasi akibat harga-harga yang diatur oleh pemerintah (administered inflation) naik paling tinggi.

Sejak awal tahun hingga akhir Juni lalu, inflasi administered prices naik 7,8 persen, paling tinggi di antara pembentuk inflasi lainnya. Hal yang termasuk administered inflation antara lain adalah harga listrik, harga bahan bakar dan harga gas.

Inflasi kedua tertinggi adalah rumah, sebesar 4,24 persen dan transportasi serta komunikasi sebesar 4,2 persen.

“Ketika harga-harga yang ditetapkan pemerintah naik, orang cenderung akan mengurangi pemakaiannya, atau memangkas pos pengeluaran lain. Sehingga, bisa jadi masyarakat jadi menunda pembelian baju,” ujar Budi.

Kenaikan harga  yang dibarengi pula dengan penurunan harga komoditas membuat masyarakat menahan diri untuk tidak terlalu banyak berbelanja. Pola belanja pun sudah berubah dan konsumen tidak lagi datang ke toko, melainkan lebih senang berbelanja secara online.

Menurut Budi, pemerintah menyadari keadaan tersebut. Pada revisi RAPBN, pemerintah menambah subsidi dan berkomitmen untuk tidak menaikkan harga lagi.

Selain itu, pemerintah juga mengajukan defisit anggaran yang lebih besar agar dapat memberikan stimulus terhadap pertumbuhan. 

“Dampaknya, proyeksi indeks  agak lebih rendah, naik 16,6 persen menjadi 6.174 dari sebelumnya 17,67 persen,” kata Budi.

Namun, Bahana TCW tetap optimistis dengan perkembangan pasar saham dan obligasi hingga akhir tahun nanti. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan mencapai 5,1 persen, dengan laju inflasi 4,3 persen dan rata-rata kurs rupiah terhadap dolar AS pada Rp 13.450.

Setelah pemeringkat S&P memberikan kenaikan peringkat Mei lalu, diperkirakan para investor institusi asing yang konservatif masih terus masuk ke pasar obligasi dan membuat harga obligasi meningkat.

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/26/143347426/turunnya-daya-beli-masyarakat-jadi-tantangan-perekonomian-ri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke