Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto, bila data pertumbuhan konsumsi dibedah lebih dalam, terdapat indikasi kecenderungan masyarakat kelas menengah atas menahan belanja.
"Transaksi debit masih cukup tinggi meskipun melambat, tetapi di sana ada indikasi persentase uang yang ditabung lebih tinggi," ujarnya di Kantor BPS, Jakarta, Senin (7/8/2017).
BPS menduga, kecenderungan masyarakat kelas menengah atas menahan belanja dipengaruhi faktor psikologis. Terutama masih menunggu dan memperhatikan perkembangan ekonomi global terkini.
(Baca: Ekonomi Tumbuh 5,01 Persen, BPS Bantah Konsumsi Turun )
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani menuturkan, pengusaha merasakan adanya penurunan tingkat konsumsi masyarakat.
Hal itu mengacu kepada pertumbuhan sejumlah sektor industri, terutama perdagangan ritel. Meski tetap tumbuh, namun pertumbuhan perdagangan ritel tidak begitu tinggi.
"Ya memang ada kecenderungan kelas menengah menahan belanja karena enggak confident makanya dana pihak ketiga (DPK) di bank naik" kata dia.
Melihat laporan keuangan sejumlah bank besar, dana pihak ketiga (DPK) memang mengalami kenaikan. Pada semester pertama tahun lalu, DPK BRI naik 12 persen, BNI naik 18,5 persen.
DPK Bank Mandiri naik 10 persen, dan DPK BCA tumbuh 16,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Sebenarnya daya beli masih ada tetapi mereka (kelas menengah atas) enggak belanja. Sementara masyarakat kelas bawah konsumsinya turun karena berbagai hal," ucap Haryadi.
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/07/164959426/kelas-menengah-atas-tahan-belanja-tumpuk-dana-di-bank