Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Keresahan Dewi "Dee" Lestari yang Ditanggapi Langsung Sri Mulyani

Dee, begitu ia kerap disapa, mempertanyakan latar belakang besaran NPPN profesi penulis yang sebesar 50 persen. Ia menilai besaran NPPN itu tidak proporsional.

“NPPN kami itu kan sama dengan para seniman. Saya ingin tahu itu pemikiran dari mana?,” ujarnya saat dialog perpajakan di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Menurut Dee, pola pendapatan dan pola produksi profesi penulis sangat berbeda dengan pekerja seni lainnya. Bahkan menurut Dee, pola pendapatan dan pola produksi penulis lebih mirip petani.

(Baca: Habis Tere Liye, Terbitlah Kepusingan Sri Mulyani)

Hal itu lantaran menulis draf tulisan hari ini tidak lantas pendapatan cair hari itu juga, atau sebulan seteah itu. Bila dirata-rata, tutur Dee, penulis baru bisa menikmati jerih payahnya setalah 18 bulan kemudian.

“Jadi kami panen itu sangat panjang untuk menikmati hasilnya,” kata dia.

Selain itu, pembayaran royalti dari penjualan buku juga tidak didapatkan per bulan, per kuartal, namun per semester.

Artinya pembayaran royalti penulis hanya dua kali dalam setahun. Situasi itu ucap dia, jauh berbeda dengan profesi seniman misalnya penyayi yang setiap ‘turun panggung’ langsung dibayar.

(Baca: "Tentang Tere Liye", Curhat Sri Mulyani Soal Pajak Penulis)

Atau penulis lagu yang bisa menerima royalti dari lagu-lagunya yang bisa mencapai 50 lagu dalam setahun.

Dee mencontohkan Eko Endarmoko, menulis Tesaurus Bahasa Indonesia hingga butuh waktu 23 tahun hanya untuk menyusun satu buku.

Belum lagi revisi yang dibantu oleh timnya yang membutuhkan waktu 10 tahun. Dalam kasus Eko Endarmoko tutur Dee, seorang penulis bisa merampungkan satu buku dalam waktu 33 tahun.

Hal inilah yang menurutnya menjadi pembeda antara profesi penulis dengan pekerja seni lainnya.

(Baca: Pajak Penulis Selangit, Tere Liye Putus Kontrak 2 Penerbit)

Oleh karena itu ia meminta agar Menteri Keuangan meninjau ulang besaran NPPN untuk penulis. Sebab besaran NPPN penulis sangat berpengaruh kepada pendapatan para penulis.

Respon Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hadir langsung dalam dialog perpajakan itu memahami keresahan yang diungkapkan oleh Dewi Lestari dan menghargai perjuangan para penulis menghasilkan suatu karya.

Namun terkait aturan pajak, terutama NPPN penulis, Sri Mulyani masih hati-hati merespon permintaan peninjauaan ulang itu.

Sebab bila NPPN pekerja seni diubah berdasarkan profesi yang lebih spesifik, maka sistem perpajakan akan menjadi lebih rumit.

Hal itu tentu saja bertolak belakang dengan upaya pemerintah menyederhanakan sistem perpajakan melalui reformasi pajak.

Kompleksitas perpajak justru akan membuat pembayaran atau pengumpulan pajak jadi kian sulit.

Sri Mulyani mempersilahkan para pekerja seni menghitung atau melakukan survei besaran NPPN untuk mendapatkan angka yang dianggap proporsional. Meski begitu, Sri Mulyani tak menjanjikan pasti ada perubahan terkait norma.

“Memang idealnya setiap kelompok dan profesi kita dengarkan sendiri-sendiri (permintaanya). Tetapi kalau itu yang terjadi saya enggak bisa membayangkan sistem pajak kita akan begitu kompleknya.” Kata Sri Mulyani.

Apa sih NPPN

Bagi sebagian masyarakat, barangkali baru mendengar skema pajak menggunakan NPPN. Tentu saja istilah itu masih asing, sebab tak semua profesi bisa menggunakan penghitungan pajak dengan skema ini.

Saat ini, pemerintah sudah mengatur skema pajak untuk berbagai profesi di Indonesia. Sebanyak 1.435 profesi, termasuk penulis buku, bisa menggunakan penghitungan pajak pribadi dengan menggunakan NPPN.

(Baca: (Baca: Profesi Penulis Dikenakan Pajak Penghasilan, Ini Penjelasannya))

Ketentuan dan besaran NPPN diatur di dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomer 17 Tahun 2015. Aturan itu dibuat untuk mempermudah wajib pajak menghitung pendapatan netto, terutama untuk profesi yang penghasilannya tidak tetap.

Bagi sebagian profesi, termasuk pekerja seni, menghitung pendapatan netto bukan hal yang mudah. Sebab banyaknya kompenen biaya langsung dan tidak langsung yang kerap tidak tercatat.

Oleh karena itu, pemerintah memberikan cara yang lebih mudah yaitu dengan menggunakan NPPN untuk wajib pajak yang penghasilannya di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. Untuk pekerja seni, termasuk penulis, besaran NPPN yaitu 50 persen.

Bagaimana cara hitung pajak dengan NPPN?

Bila pendapatan bruto penulis Rp 1 miliar dalam setahun, maka penghasilan nettonya hanya Rp 500 juta (dengan NPPN 50 persen).

Pengasilan netto ini lantas di potong batas PTKP yaitu Rp 54 juta sehingga yang dipajaki hanya Rp 446 juta.

Setelah dihitung dengan tarif progresif pajak penghasilan atau PPh pasal 21 maka pajak yang harus di bayar adalah Rp 81,5 juta.

Bila penerbit memotong pajak lebih besar dari itu, maka penulis bisa datang ke kantor pajak untuk meminta pengambalian lebih bayar pajaknya.

Namun perlu dicatat, pengajuan penghitungan pajak dengan NPPN hanya bisa diproses bila wajib pajak mengajukan ke kantor pajak paling lama 3 bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.

Selain itu, wajib pajak juga harus mengumpulkan bukti potong dari pemberi kerja. Hal ini penting lantaran petugas akan melakukan pemeriksaan bila terjadi lebih bayar.

Sri Mulyani mengakui, masih ada petugas pajak yang kerap tidak ramah bila menyangkut pengembalian lebih bayar pajak.

Oleh karena itu ia meminta agar wajib pajak melaporkan setiap pelayanan yang tidak optimal lewat kontak pengaduan masyarakat.

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/14/102207226/keresahan-dewi-dee-lestari-yang-ditanggapi-langsung-sri-mulyani

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke