Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menakar Potensi Terjadinya Krisis Keuangan 10 Tahunan di 2018

Berkaca pada pengalaman krisis keuangan yang pernah melanda di tahun 1998 dan 2008, ada kekhawatiran pada tahun 2018, krisis akan terjadi kembali. Seberapa besar potensinya?

Sebetulnya, definisi krisis keuangan sendiri juga belum terlalu jelas. Ada yang menggunakan tingkat pertumbuhan ekonomi (Produk Domestik Bruto – PDB) sebagai indikator. Ada pula yang menggunakan nilai tukar mata uang, pertumbuhan instrumen investasi seperti saham dan obligasi sebagai acuan.

Mengutip Wikipedia, Resesi, dalam konteks ekonomi makro adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.

Resesi adalah tahapan sebelum suatu kondisi perekonomian masuk ke dalam krisis keuangan.

Namun menariknya jika mengacu kepada indikator tersebut, sebenarnya pada tahun 2008, Indonesia masih belum bisa disebut krisis karena tingkat pertumbuhan PDB kuartal I hingga IV adalah 6,32 persen, 6,39 persen, 6,1 persen dan 5,2 persen. Walaupun angkanya menurun, tapi angkanya tetap positif. Hal ini berbeda dengan kondisi tahun 1998 yang mengalami pertumbuhan PDB -13,10 persen.

Namun mengapa tahun 2008 dianggap mengalami krisis keuangan seperti halnya tahun 1998? Hal ini karena pada tahun 2008 kurs nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah dari posisi awal tahun di level Rp 9.050 ke Rp 12.400 atau melemah 37 persen.

(Baca: 30 Perusahaan di Indonesia Tahan Banting Saat krisis, Ini Resepnya)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merepresentasikan kinerja saham secara keseluruhan di Indonesia juga mengalami penurunan -50,64 persen.

Kondisi serupa juga terjadi pada tahun 1998 dimana kurs Rp melemah hingga ke titik terendah 16.650 dari level Rp 5000an dan IHSG pada tahun tersebut turun -0,91 persen.

Terdapat beberapa indikator lain yang bisa menjadi indikasi terjadinya krisisi ekonomi pada suatu tahun seperti tingkat inflasi, rasio kredit bermasalah bank, dan tingkat suku bunga.

Inflasi yang tinggi, banyak kredit macet, dan suku bunga yang semakin tinggi agar masyarakat tidak memindahkan dananya ke luar negeri merupakan upaya untuk mengatasi krisis keuangan.

Namun dari semua indikator tersebut, tampaknya yang menjadi perhatian masyarakat adalah kurs nilai tukar dan kinerja investasi. Karena jika dingat kembali, pada tahun 2015, Indonesia juga disebut sempat mengalami “krisis mini”.

Hal ini karena kurs nilai tukar melemah dari yang berada di kisaran Rp 12.000an pada akhir tahun ke Rp 14.000an. IHSG juga mengalami penurunan -12,13 persen pada tahun tersebut.

Apakah melemahnya kurs mata uang berpotensi terjadi di 2018?

Menguat atau melemahnya nilai tukar mata uang terhadap dollar AS dapat dipengaruhi banyak hal, baik dari Indonesia ataupun dari AS ataupun kondisi regional mulai dari kondisi inflasi, kebijakan suku bunga, tingkat pertumbuhan ekonomi, arus dana masuk keluar ke investasi riil dan investasi pasar modal, intervensi bank sentral, hingga berbagai faktor lainnya.

Secara teori, dua faktor terpenting dalam nilai tukar adalah tingkat inflasi dan suku bunga. Inflasi yang tinggi akan memicu melemahnya nilai tukar mata uang suatu negara sehingga suku bunga perlu dinaikkan untuk meredam agar nilai tukar mata uang tetap terjaga.

Sebagai perbandingan, tingkat inflasi dan suku bunga serta beberapa indikator makro ekonomi penting untuk tahun 1998, 2008, 2015 dan 2017 adalah sebagai berikut :

Dari data perbandingan yang ada, bisa dilihat bahwa secara makro ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih solid dibandingkan dengan kondisi tahun 1998, 2008 dan 2015.

Tingkat inflasi rendah dan terkendali, besaran BI Rate juga lebih kecil, kredit bermasalah di perbankan juga jauh lebih rendah, dan cadangan ekonomi Indonesia mencatat tertinggi dalam sejarah.

Walaupun nilai hutang luar negeri meningkat, sebagian dari hutang tersebut dipergunakan untuk pembangungan infrastruktur yang dapat memberikan manfaat ekonomi dalam jangka panjang.

Selain itu, pendapatan PDB juga meningkat, sehingga secara rasio kemampuan untuk melakukan pembayaran juga meningkat.

Dengan mempertimbangkan kondisi di atas dan tahun 2018 merupakan tahun politik, seharusnya potensi nilai tukar rupiah akan melemah terhadap dollar AS secara signifikan seperti tahun 1998, 2008 dan 2015 sulit untuk terjadi. Kalaupun ada pelemahan, penyebabnya merupakan mekanisme pasar biasa.

Apakah kinerja IHSG berpotensi negatif di tahun 2018 ?

Ketika valuasi saham terlalu tinggi, penurunan fundamental perusahaan secara signifikan, atau terkadang faktor guncangan dari eksternal, penurunan IHSG dapat terjadi.

Kalaupun pada tahun 2018 terjadi penurunan IHSG, hal ini sifatnya kebetulan dan bukan karena siklus krisis 10 tahunan.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/06/080000426/menakar-potensi-terjadinya-krisis-keuangan-10-tahunan-di-2018

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke