Mengutip Bloomberg, Jumat (12/1/2018), acuan harga minyak internasional Brent naik 1,2 persen ke level tertinggi sejak 4 Desember 2014. Harga minyak Brent melonjak setelah ada penurunan pasokan minyak AS selama periode musim dingin.
Reli harga minyak menunjukkan upaya pemangkasan produksi oleh OPEC dan sejumlah negara produsen lainnya sukses menangkal banjir pasokan akibat tumbuhnya produksi minyak serpih AS. Harga minyak pun terdorong adanya kekhawatiran gangguan pasokan karena ketegangan politik di negara-negara anggota OPEC, yakni Iran dan Venezuela.
"Semua fundamental mendukung kenaikan harga saat ini," kata Paul Horsnell, kepala riset komoditas Standard Chartered Plc.
Dengan naiknya harga minyak, ada tanda-tanda yang dihindari OPEC malah dicemaskan bakal terjadi. Harga yang naik bakal menyeabkan produksi minyak AS akan menyaingi Arab Saudi dan Rusia.
Produksi minyak AS diprediksi bakal mencapai 10 juta barrel per hari (bph) dalam waktu dekat sebelum akhir tahun 2019. Ini adalah proyeksi Lembaga Administrasi Informasi Energi (EIA).
"70 dollar AS adalah berlebihan. Ini tidak sepenuhnya di luar ekspektasi, karena ada momentum. Namun, akan ada reaksi pada (produksi) minyak serpih AS," ungkap Eugen Weinberg, kepala riset komoditas di Commerzbank.
Pekan lalu, produksi minyak AS anjlok ke level 4,95 juta bph. Menurut data EIA, ini adalah penurunan berturut-turut selama 8 pekan.
Adapun pemangkasan produksi minyak OPEC akan terus dilakukan hingga akhir tahun ini. Menteri Energi Uni Emirat Arab (UEA) Suhail Al Mazrouei mengungkapkan, ini dilakukan guna mencapai tujuan menghentikan banjir pasokan minyak.
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/12/120000526/harga-minyak-dunia-tembus-70-dollar-as-per-barrel-tertinggi-dalam-3-tahun