Dalam hal ini, pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk panas bumi (geothermal) dan air (midro dan mikro hidro) sudah berkontribusi besar bagi bauran energi ini. Namun, pengembangan EBT dari biomassa masih tertinggal.
Hal itu disampaikan Jonan dalam pidato sambutan peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) milik Asian Agri di Tungkal Ulu, Jambi, Rabu (24/1/2018).
"Asian Agri membuat PLTBg ini kami apresiasi. Ini adalah salah satu upaya bangsa untuk mengurangi dampak emisi gas buang di dunia sesuai Kesepakatan Perubahan Iklim Paris," kata Jonan.
Menurut dia, kapasitas terpasang PLTBg Tungkal Ulu tersebut masih kecil hanya 2,2 Mega Watt (MW). Sementara satu PLTU atau PLT gas bisa berkapasitas hingga 1.000 MW.
"Walau kecil namun ini kami dukung. Pemerintah mendukung listrik tanpa polusi," lanjutnya.
Dia juga menambahkan bahwa untuk ketahanan energi nasional, pemerintah mendorong pemanfaatan semua energi primer dari dalam negeri misal batu bara, gas, panas bumi dan air.
"Ini biomassa ketinggalan. Namun Asian Agri sudah bikin tujuh (PLTBg). Saya berharap di kemudian hari setiap pabrik pengolahan sawit dibangun pembangkit listrik tenaga biomassa," ujar Jonan.
Dia berharap, separuh dari kapasitas terpasang PLTBg tersebut akan disalurkan ke masyarajat secara gratis sehingga posisi Asian Agri di Jambi juga dekat dengan masyarakat.
Dari hitungan Jonan, jika 1 MW saja dialrikan gratis maka akan ada 2.000 rumah tangga mendapat aliran listrik sebesar 450 watt secara gratis. "Toh kalau dijual ke PLN, (harga listriknya) tidak seberapa," pungkas Jonan.
Percepatan Bauran Energi
Seperti diketahui, Saat ini Indonesia sudah memiliki road map untuk pengembangan energi nasional dengan Kebijakan Energi Nasional yakni Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 yang menargetkan bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
Untuk mempercepat progres bauran energi nasional, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional.
Perpres ini menekankan bahwa paradigma energi harus berkelanjutan dan tidak hanya digunakan untuk ekspor semata.
Selain itu, perpres tersebut juga menekankan perlunya cara-cara inovatif untuk mengembangkan energi baru terbarukan serta perlunya pengembangan energi baru terbarukan secara masif.
Untuk mendukung percepatan penggunaan energi baru terbarukan, Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan PP 14 Tahun 2017.
Regulasi ini berfungsi mendukung kebijakan Presiden Jokowi untuk membangun pembangkit listrik dengan total 35.000 MW yang memprioritaskan penggunaan energi baru terbarukan.
Di samping itu, juga diberikan kemudahan untuk foreign investment sebesar 95 persen untuk pembangkit listrik di atas 10 MW.
Nilainya bahkan bisa mencapai seratus persen jika skemanya menggunakan public private partnership berdasarkan PP 44 Tahun 2017 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Untuk mendukung investasi, pemerintah pun memperlihatkan keberpihakannya pada proses pengadaan dan pemberian fasilitas untuk kemudahan dalam menjalankan usaha.
Terkait proses pengadaan, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang memberikan akses pengadaan dengan penunjukan langsung berdasarkan kuota untuk energi baru terbarukan melalui skema BOOT (build, own, operate, and transfer).
Hal ini digunakan untuk mempercepat proses administrasi untuk membuat proyek energi baru terbarukan.
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/26/074000626/bauran-energi-sudah-mencapai-11-persen-biomassa-paling-tertinggal