Pernyataan ini muncul dalam diskusi sosialisasi Gerakan Nasional Non-Tunai yang dihelat Bank Indonesia (BI) perwakilan Bengkulu, Jumat (6/4/2018).
"Saat ini kecenderungan masyarakat tinggi berbelanja online, itu bisa dilihat dalam keseharian. Ini menjadi persoalan karena uang di daerah Bengkulu banyak tersedot keluar. Pemda harus punya siasat jitu," ungkap salah seorang perwakilan dari Telkom.
Pernyataan ini dibenarkan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bengkulu, Endang Kurnia Saputra. Menurutnya Gerakan Nasional Transaksi Non-Tunai (GNNT) sangat berguna dalam efisiensi dan percepatan pertumbuhan ekonomi.
Belanja online juga salah satu dari metode transaksi nontunai. Menurut Endang, tidak bisa dipungkiri bila uang daerah dapat berpindah ke daerah lain. Terutama daerah yang sedikit memiliki sumber produksi.
"Di Bengkulu uang masuk dan ke luar itu perbandingannya 3:1 jadi, kalau ada tiga uang masuk maka hanya satu yang tinggal di Bengkulu," ujarnya.
Kondisi ini terjadi karena semua bahan baku produksi dan konsumsi di Bengkulu berasal dari luar daerah. Menurutnya, Hal tersebut dapat ditekan apabila daerah memiliki pusat-pusat industri dan produksi dan aktivitas ekonomi produktif.
"BI sebagai contoh selama ini menggalakkan batik besurek Bengkulu, Namun semua bahan baku harus ambil dari Jawa semua. di Bengkulu tidak ada, ini salah satu masalahnya," ungkap Endang.
Dalam catatan Kompas.com misalnya pada 2015 menurut BI perwakilan Bengkulu dari 100 persen uang investasi yang masuk 70 persennya akan kembali ke luar. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi tertekan.
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/06/150000926/bi--pemda-bengkulu-harus-inovatif-hadapi-serangan-pasar-online