Hal itu dikatakan Andri Ngaserin, Kepala Riset PT Bahana Sekuritas, seperti dikutip dari Kontan.co.id. Menurut dia, jumlah pelanggan operator dapat dilihat secara jelas, sehingga investasi perusahaan telekomunikasi jauh lebih tepat sasaran.
"Selain itu registrasi prabayar ini dapat menguragi churn pelanggan, sehingga memberikan potensi perbaikan pendapatan per pelanggan (ARPU) industri telekomunikasi. Sehingga industri telekomunikasi menjadi lebih sehat,”papar Andri.
ARPU industri telekomunikasi di Indonesia terbilang rendah dan tidak sehat. Bahkan terendah kedua setelah India.
Jika ARPU perusahaan telekomunikasi hanya Rp 20 ribu, maka operator akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan kualitas jaringan dan melakukan penggembangan teknologi. ARPU yang saat ini berlaku itu tidak riil.
"Harusnya saat ini industri telekomunikasi fight-nya di reload bukan lagi di starterpack,” tutur Andri.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) terus melakukan pembersihan nomor prabayar yang diregistrasi tidak menggunakan data kependudukan yang sebenarnya.
Menurut dua lembaga ini, registrasi kartu prabayar adalah awal yang bagus bagi bisnis industri telekomunikasi ke depan.
Merza Fachys, Ketua Umum ATSI, mengatakan, investor kini bukan hanya melihat dari jumlah pelanggan, tapi juga pendapatan.
"Jumlah gigabyte, jumlah SMS, jumlah telepon dan tentu seluruh pendapatan,” ujar Merza.
Dengan kata lain, operator sebaiknya merangsang pelanggan mereka agar mengisi ulang nomor, jangan pakai-buang kartu SIM. (Ahmad Febrian)
Berita ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul Pasca registrasi, persaingan industri telekomunikaisi semakin sehat pada Rabu (25/4/2018)
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/26/085113726/registrasi-kartu-prabayar-dinilai-menyehatkan-industri-telekomunikasi