Pekerja lain juga tampak lebih sibuk menyiapkan potongan-potongan es untuk mengawetkan ikan yang baru saja disetor oleh nelayan. Meski Bulan Puasa, bukan berarti pekerjaan mengawetkan ikan berkurang. Sebaliknya, pekerjaan mereka semakin bertambah.
Namun mereka bersyukur, bertambahnya pekerjaan berarti ada tambahan pemasukan.
Mereka senang, pabrik es dan pengawetan ikan lebih stabil operasionalnya setelah PLN memasok kebutuhan listrik di perusahaan tersebut.
Ya, bisnis perikanan selama ini memang menjadi tulang punggung perekonomian di kawasan Natuna. Masyarakat sangat tergantung dengan sektor ini.
Sebagaimana diketahui, bahwa pemerintah menetapkan Natuna sebagai salah satu sentra perikanan nasional. Potensi ikan yang cukup besar di kawasan ini memungkinkan masyarakat Natuna bisa meningkatkan taraf perekonomiannya.
Namun upaya peningkatan taraf ekonomi masyarakat lewat perikanan selama ini kerap menghadapi kendala karena kurangnya suplai listrik.
Kondisi tersebut membuat banyak nelayan dan pengusaha perikanan mengalami kesulitan mengawetkan ikan-ikan yang ditangkap.
Ikan cepat membusuk dan memaksa mereka membuang ikan yang telah diperoleh.
Akan tetapi, kurangnya pasokan listrik di Natuna mungkin tinggal cerita, seiring dengan langkah PT PLN yang menjalankan program Natuna Terang.
Melalui program ini, PT PLN mengaliri listrik di 13 desa yang ada di Kepulauan Natuna serta Selain itu, pada program ini PLN juga meningkatkan jam nyala listrik menjadi 24 jam penuh di 6 lokasi.
Diungkapkan oleh pemilik PT Neptuna Dwindo, Wandi (26), bahwa masuknya listrik dari PLN yang menyuplai perusahaannya membantu mengurangi biaya operasional.
Selama ini, dia menggunakan genset dan menghabiskan biaya hingga Rp 150 juta per bulan. Namun dengan masuknya listrik dari PLN, Wandi hanya mengeluarkan dana Rp 50 juta per bulan.
"Kapasitas produksi es juga lebih banyak, karena prosesnya lebih cepat. Selain itu, masuknya listrik PLN ini membuat kami tidak terlalu repot untuk menjaga genset," kata Wandi.
Turunnya biaya produksi ini juga berdampak pada es yang dijual ke nelayan. Menurut Wandi, sebelumnya harga jual es ke nelayan Rp 100.000 per 100 kg. Namun dengan masuknya listrik PLN, harga jualnya turun menjadi Rp 70.000 per 100 kg.
Tak lagi kesepian
Masuknya listrik dari PLN tak hanya dinikmati oleh pengusaha perikanan. Masyarakat di berbagai pulau di Kabupaten Natuna juga tak lagi merasa kesepian dengan masuknya listrik dari PLN.
Seperti yang diutarakan Yanti (25) yang tinggal di Pulau Sabang Mawang, bahwa listrik yang menyala selama 24 jam membuat dia makin betah di rumah. Dia bisa menikmati hiburan televisi lebih lama.
Selama ini, dia hanya bisa menikmati tayangan televisi hanya sekitar 6 jam saat listrik menyala. Listrik tersebut dipasok oleh warga setempat.
"Lebih senang ya, karena bisa lihat televisi. Selama ini hiburan kami ya cuma main ke laut," kata Yanti.
Kisah lainnya diungkapkan oleh Wanzaimah (42) yang berprofesi sebagai penjahit.
Sebelumnya dia menggunakan listrik dari Perusahaan Daerah (Perusda) dan harus membayar Rp 150.000 - Rp 400.000 per bulan untuk listrik yang belum menyala 24 jam.
“Alhamdulilah sangat senang sekali. Siang hari kita bisa bikin apa saja untuk membantu keluarga. Kalau malam ndak capai lagi menjahit pakai kaki,” ujar Wanzaimah (42), warga Desa Tanjung Kumbik yang berprofesi sebagai penjahit.
Direktur Regional Sumatera PLN Wiluyo Kusdwiharto mengatakan program ini digelar dalam rangka untuk memasok listrik di pulau-pulau terdepan, terluar, dan tertinggal yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.
"Agar industri bisa berkembang serta untuk tingkatkan perekonomian," ujarnya.
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/30/092709326/senyum-warga-kepulauan-natuna-setelah-listrik-pln-masuk