Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Diplomasi Susi “Golgo 13” Pudjiastuti


KALIMAT dalam bahasa Jepang ini diucapkan di setiap sambutan tuan rumah saat Menteri Kelautan dan Perikanan hadir di pertemuan di Jetro dan di depan para pengusaha maritim Jepang.

Terjemahannya kira-kira begini : Selamat datang Menteri Susi, menteri yang paling berpengaruh di kabinet Presiden Jokowi.

Saat ada kesempatan membalas, Susi langsung merespons: “Saya bukan menteri paling berpengaruh, saya hanya keras kepala.”

Dalam kunjungannya ke Tokyo, Jepang hari Rabu (30/06/2018), Menteri Susi maraton bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jepang, Taro Kano, yang memegang koordinasi perdagangan luar negeri Jepang.

Ini bukan pertemuan pertama kali. Pertemuan sebelumnya Menlu Kano sempat menyinggung karakter Susi dalam komik Jepang, "Golgo 13". Menlu Kano mengilustrasikan komik itu untuk menggambarkan popularitas Menteri Susi di Jepang.

Susi berada di Jepang juga untuk bertemu dengan para pengusaha Jepang, di antaranya adalah Marubeni, Itochu, FTI Japan, dan Kiyomura Corp serta puluhan perusahaan lain.

Kedatangan Menteri Susi bukan tanpa tujuan. Ia ingin Jepang menjadi mitra bisnis Indonesia di bidang perikanan di 6 pulau terluar Indonesia.

Pulau-pulau itu adalah Sabang (Aceh), Natuna (Kepulauan Riau), Morotai (Maluku Utara), Saumlaki (Maluku Tenggara Barat), Moa (Maluku), dan Biak Numfor (Papua)

“Ini jadi bagian dari strategi pembangunan bahwa fokus investasi tidak hanya di pulau Jawa tapi juga luar Jawa,” kata Susi.

Tidak hanya itu, ajakan berinvestasi perusahaan perikanan Jepang juga bagian dari strategi menjaga geopolitik Indonesia, baik secara politik maupun ekonomi Indonesia.

Kita tentu mahfum bahwa tidak elok membiarkan kawasan maritim Indonesia didominasi oleh investor asing dari satu negara saja. “The more is the merrier,” begitu istilah dalam bahasa Inggris.

Usaha Susi bukan tanpa kendala. Mengajak pengusaha Jepang berinvestasi di tengah disinformasi tentang sebuah kebijakan bukan perkara membalikkam telapak tangan.

Selalu saja ada yang “memperkuruh” keadaan. Misalnya, Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang melarang kapal asing ikan tangkap berdampak juga pada kapal-kapal Jepang yang menggunakan trawl dilarang masuk perairan Indonesia.

Hal yang lumrah juga jika pengusaha yang terkena dampak kebijakan akan membangun solidaritas antar sesama pengusaha lainnya. Namun Susi tidak kehilangan argumentasinya. Ia meyakinkan pengusaha Jepang bahwa ini bukanlah berita buruk untuk mereka, justru sebaliknya.

“Kalaupun saya membuka kembali izin ini, Anda (investor Jepang) tidak akan untung besar. Kapal-kapal Anda akan kalah jauh jumlahnya dari China yang memiliki ribuan kapal tangkap,” jelasnya.

“Bisnis yang baik adalah bisnis yang memastikan sustainability. Bisnis yang baik bukan tentang greed (kerakusan) yang hanya mengejar keuntungan sesaat.

Jepang dan Indonesia memiliki nilai yang sama yaitu memastikan keuntungan yang kita dapat tidak menggangu keseimbangan alam,” kata Susi saat bicara di depan para pengusaha perikanan Jepang.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan selalu mendukung setiap investasi selama memperhatikan keberlanjutam kehidupan maritim. Jadi saat ditanya pengusaha Jepang, apakah izin ikan tangkap itu bisa dicabut, Susi dengan tegas menjawab tidak.

Susi ingin memastikan bahwa selalu ada potensi investasi asing yang lebih besar tanpa harus kehilangan apa yang jadi kepentingan dalam negeri.


Momentum 60 tahun persahabatan

Dubes Indonesia untuk Jepang, Arifin Tasrif, yang hadir mendampingi juga menambahkan bahwa kesempatan investasi Jepang di Indonesia memiliki momen yang khusus karena tahun ini Indonesia dan Jepang merayakan 60 tahun persahatan dan kerja sama Indonesia-Jepang.

“Bertambahnya nilai investasi Anda ke Indonesia akan memiliki arti penting menandai kerja sama dua negara di peringatan 60 tahun ini,” kata Arifin Taslim di hadapan para pengusaha Jepang.

Utusan khusus Indonesia untuk Jepang, Rachmat Gobel, juga menekankan bahwa ini jadi kesempatan emas untuk investor Jepang.

“Pemerintah Indonesia memberikan prioritas bagi investor Jepang di 6 pulau terluar Indonesia. Ini merupakan perhatian khusus bagi pengusaha Jepang,” kata Rachmat Gobel.

Kiyoshi Kimura, pengusaha ikan yang dikenal sebagai “manusia tuna” Jepang, memberi respons positif ajakan Investasi ini.

“Menteri Susi selalu memberi impresi yang baik tentang investasi di Indonesia. Saya tertarik untuk menerima ajakan Menteri Susi untuk menjajaki peluang yang ada,” kata pemilik Kiyomura Corp ini.

Impresi memang memegang kunci. Paling tidak sebagai pembuka persahabatan dan dirawat dengan saling menghargai.

Dalam berbisnis, kalangan pengusaha Jepang mengenal konsep yang disebut shimrai atau dalam bahasa Indonesia artinya dasar untuk saling percaya dan tsukian (hubungan jangka panjang). 

Susi sudah memiliki itu di mata pengusaha Jepang.

Masyarakat Jepang yang dikenal kaku dan disiplin, terlihat berbeda saat berhadapan one on one bersama Susi. Cair, penuh canda dan hangat.

Bahkan style Susi yang disebut oleh Dubes Arifin selalu bersuara keras itu tidak mengubah gayanya saat bertemu mereka satu persatu. "Diplomasi Golgo 13,” begitu kata mereka berkelakar.

Tapi tentu pekerjaan rumah terbentang lebar. Membangun maritim tidak lepas dari pembangunan daratan di sekitarnya. Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu haruslah dibangun dengan fasilitas penunjang yang juga memiliki nilai ekonomi.

Di tengah rehat usai pertemuan dengan para pengusaha, Susi mendengar kabar soal BPK yang memberi penilaian “disclaimer” atas temuan di Kementrian Kelautan dan Perikanan.

“Saya tidak habis pikir. Saya sudah menerangkan berkali-kali bahkan bertanya di mana salah kami. All we try,” kata Susi dengan nada suara menahan sesuatu.

Penilaian BPK ini berbeda dengan Laporan Kinerja Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) yang diadakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kementrian KKP selama 5 tahun berturut-turut mendapat nilai A sejak 2013 sampai dengan 2017.

LAKIP merupakan penilaian atas kinerja yang dicapai instansi pemerintah atas pelaksanaan program yang dibiayai APBN/APBD. Ini menyangkut perencanaan, pelaksanaan dan akuntabilitas penggunaan anggaran.

“Mengapa? Apa yang KKP capai tidak dianggap?” tanya Susi.

Lamat-lamat dari ruangan tempat Susi menumpahkan kekecewaannya, terdengar lagu Fukai Mori yang dinyanyikan kelompok musik Do as Infinity. Lagu Jepang yang juga sempat terkenal di Indonesia.

Boku-tachi wa ikiru hodo ni
Nakushiteku sukoshi zutsu
Itsuwari ya uso o matoi
Tachisukumu koe mo naku

(Selama hidup kita masih berjalan
 Kita bisa kehilangan sesuatu lebih banyak lagi
 Karena ada kepalsuan dan kebohongan
 Kitapun hanya mampu diam membeku tanpa mampu berteriak)

Lagu itu tentu bukan untuk Susi karena dia tentu tidak akan diam.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/06/04/040000726/diplomasi-susi-golgo-13-pudjiastuti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke