Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pro Kontra Kebijakan Integrasi Jalan Tol JORR

JAKARTA, KOMPAS.com - Integrasi Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) dengan ruas Tol Pondok Aren-Bintaro Viaduct-Ulujami dan Akses Tanjung Priok masih menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Masyarakat khususnya pengguna Jalan Tol JORR menganggap hal tersebut sebagai kebijakan untuk menaikkan tarif tol tersebut.

Berkaitan dengan itu, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membantah anggapan tersebut.

"Yang ditangkap masyarakat adalah kenaikan tarif, padahal bukan itu yang kita tekankan, melainkan adalah integrasi," kata Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto saat jumpa pers di Media Center Kementerian PUPR, Kamis (21/6/2018).

(Baca: Menko Darmin: Pro dan Kontra Kenaikan Tarif Tol Lumrah)

Adapun integrasi tarif yang dimaksud Arie adalah dengan menyederhanakan jumlah transaksi pembayaran tol di JORR.

Arie menyatakan, sebelum diintegrasikan para pengguna wajib melakukan transaksi pembayaran tol sebanyak tiga kali mengingat bahwa Jalan Tol JORR dioperasikan oleh tiga badan usaha jalan tol (BUJT).

Ketiga transaksi itu dilakukan di tiga ruas jalan yang ada di Tol JORR. Pertama di Seksi I dari Penjaringan-Kebon Jeruk sepanjang 9,5 kilometer oleh PT Jakarta Lingkar Barat (JLB) dengan tarif Rp 7.500 untuk kendaraan golongan I.

Kemudian di Seksi W2 Utara (Kebon Jeruk-Ulujami), Seksi W2 Selatan (Ulujami-Pondok Pinang), Seksi S (Pondok Pinang-Taman Mini), Seksi E1 (Taman Mini-Cikunir), Seksi E2 (Cikunir-Cakung), Seksi E3 (Cakung-Rorotan) dengan total panjang 45,37 kilometer yang dikelola oleh PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dengan tarif Rp 9.500.

(Baca: Pemerintah Belum Pastikan Waktu Integrasi Tarif Tol JORR)

Transaksi ketiga dilakukan begitu masuk Jalan Tol Akses Tanjung Priok Seksi E-1, E-2, E-2A, NS (Rorotan-Kebon Bawang) sepanjang 11,4 kilometer dikelola oleh PT Hutama Karya dengan tarif Rp 15.000.

"Jadi dengan integrasi ini pengguna cukup bayar sekali dan ketika kebijakan ini dilaksanakan pengguna hanya satu kali tap sebesar Rp 15.000," ungkap Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna dalam kesempatan yang sama.

Herry menambahkan, akan ada keuntungan bagi para pengguna tol yang biasa menempuh rute jarak jauh di Jalan Tol JORR dengan kebijakan integrasi tersebut.

Jika misalnya pengguna dari Bintaro ingin ke Tanjung Priok biasanya harus merogoh kocek Rp 27.500 maka dengan integrasi ini cukup membayar Rp 15.000 saja.

Tarif sebesar Rp 15.000 juga berlaku bagi pengguna yang menempuh rute lebih dekat dengan menggunakan Jalan Tol JORR.

Kebijakan tersebut pun kini belum memiliki jadwal pasti untuk diterapkan.

"Kebijakan soal integrasi tol ini masih belum ditangkap dengan baik oleh masyarakat sehingga kami akan sosialisasi lagi dan tunggu hasilnya," ucap Arie.

Meski demikian, Arie menegaskan bahwa dirinya berharap agar penerapan integrasi Tol JORR tersebut secepatnya dilaksanakan.

(Baca: Pemerintah Bantah Integrasi Tol JORR untuk Naikkan Pendapatan BUJT)

Pasalnya, pengelola layanan angkutan logistik telah menunggu kebijakan itu diterapkan.

"Yang pasti ini secepatnya karena angkutan logistik sudah menunggu," imbuh Arie.

Sejatinya, proses integrasi Tol JORR rencananya bakal dilakukan pada 13 Juni 2018. Namun, hal tersebut urung dilakukan karena bertepatan dengan momen mudik dan kurangnya sosialisasi pada masyarakat.

Penerapan integrasi tersebut kemudian dijadwal ulang bisa dilakukan pada 20 Juni, tetapi harus batal kembali karena desakan dari masyarakat yang menganggapnya sebagai kenaikan tarif Tol JORR.

"Yang kami lakukan adalah penundaan karena kebijakan ini belum ditangkap dengan baik oleh masyarakat luas," pungkas Arie.

Selama ini angkutan logistik semacam truk dikenakan tarif cukup tinggi ketika memasuki Jalan Tol JORR yang menggunakan sistem pembayaran tertutup.

"Ini ada desakan dari pengguna layanan logistik truk besar karena mereka kalau akan ke akses Tanjung Priok itu minimal melakukan pembayaran dua kali di Seksi W3 dan di akses Tanjung Priok sehingga mahal sekali," jelas Arie.

Truk-truk yang ingin menuju Tanjung Priok memilih lewat jalan arteri ketimbang lewat tol. Akibatnya kondisi jalan arteri menjadi macet karena banyaknya truk besar di sana.

(Baca: Integrasi Tarif Tol JORR Atas Desakan Pelaku Angkutan Logistik)

"Jadi dampaknya truk-truk ini enggak mau menggunakan jalan tol sehingga memilih jalan arteri sehingga menyebabkan kemacetan yang luar biasa di akses, di sekitar Tanjung Priok. Ini juga sudah dikeluhkan oleh Dirjen Perhubungan Laut," sambung Arie.

PT Hutama Karya (Persero) selaku pengelola Jalan Tol Akses Tanjung Priok juga membenarkan kondisi tersebut.

Disampaikan oleh Direktur Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Hutama Karya Putut Ariwibowo, banyaknya angkutan logistik yang memilih jalan arteri ketimbang tol membuat antrean panjang jelang masuk akses Tanjung Priok.

"Kemarin memang sempat banyak yang protes karena harus bayar Rp 45.000 belum ditambah tol sebelumnya sehingga mengakibatkan kendaraan yang seharusnya masuk Tanjung Priok justru keluar lagi ke jalan arteri dan menimbulkan kemacetan," katanya.

(Baca: Ketua DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan Tarif Tol JORR)

Berdasarkan data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR, tarif yang dibebankan untuk kendaraan berat golongan IV dan V adalah sebesar Rp 79.000 dan Rp 94.500.

Tarif tersebut dikenakan apabila truk masuk melalui JORR W1 (Penjaringan-Kebon Jeruk) dan keluar di Jalan Tol Akses Tanjung Priok (Rorotan-Kebon Bawang).

Namun, setelah adanya integrasi tersebut, truk-truk besar dari golongan IV dan V hanya dikenakan tarif sebesar Rp 30.000.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/06/22/103400026/pro-kontra-kebijakan-integrasi-jalan-tol-jorr

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke