Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Upgrade" Bisnis Ala Bakso Boedjangan

Namun, para pendiri Bakso Boedjangan melihat ada potensi di pasar bisnis bakso. Salah satu pendiri Bakso Boedjangan, Sarita Sutedja, menceritakan awalnya dia sebagai penikmat bakso lebih sering menemukan pedagang bakso yang baru fokus pada produk dagangannya, tetapi belum mengembangkan pengalaman saat bersantap.

"Kita punya sedikit isu kalau bakso dengan harga yang relatif menengah ke bawah, ada kekhawatiran ini higienis apa enggak. Cewek memang suka bakso, tapi tempat untuk menyantap bakso saat itu belum memberikan servis yang nyaman. Ada yang nyaman, tapi secara harga kurang bisa dijangkau," kata Sarita saat ditemui Kompas.com di Jakarta, Sabtu (4/8/2018) lalu.

Ide ini mirip dengan Warunk Upnormal yang pada dasarnya ingin menjajakan produk yang biasa ada di warung-warung, seperti mi instan dan kopi, tetapi membawakan tempat dengan nuansa kafe. Warunk Upnormal dan Bakso Boedjangan sama-sama berada di bawah Cita Rasa Prima (CRP) Group.

"Intinya, kami menyajikan bakso gerobakan dengan harga terjangkau sekaligus tempat yang nyaman," tutur Sarita.

Hal yang kemudian harus dipikirkan adalah apakah akan tetap menyajikan bakso biasa seperti pedagang pada umumnya. Sarita menjelaskan, saat awal-awal berdiri Januari tahun 2015, Bakso Boedjangan menjajakan menu berupa bakso halus, bakso urat, bakso keju, bakso pedas, serta mi yamin.

Lama kelamaan, bersamaan dengan upaya CRP Group mengembangkan bisnisnya, tiap brand dituntut untuk punya menu baru minimal tiga bulan sekali. Hal itu jadi dorongan bagi Sarita dan timnya untuk selalu membuat sesuatu yang baru di Bakso Boedjangan.

"Kalau datang ke Bakso Boedjangan sekarang kan ada bakso mozarella. Sebelumnya ada bakso telur bebek tapi itu kami take out karena penanganan di outlet sulit. Putih telurnya suka agak keras. Mungkin konsumen enggak komplain, tapi kami ngerasa itu kurang oke," ujar Sarita.

Investasi mesin giling untuk sertifikasi halal

Sebagai pemain baru di bisnis bakso, Sarita merasa produk Bakso Boedjangan harus punya keunggulan dibandingkan bakso yang lain. Dia berpikir pun untuk meningkatkan kualitas produknya dengan berupaya mendapatkan sertifikasi halal.

Saat itu, salah satu cara menggaet predikat halal melalui sertifikasi adalah dari sisi produksinya. Maka dari itu, Bakso Boedjangan memutuskan berinvestasi di mesin giling yang kemudian diajukan untuk disertifikasi.

"Salah satu yang penting dalam bisnis kuliner di Indonesia adalah sertifikasi halal. Untuk bisa mendapatkan sertifikasi itu, kami harus dapatkan sertifikasi untuk tempat gilingnya. Sedangkan untuk tempat giling di Bandung, sejauh ini belum ada yang punya sertifikasi halal. Mau enggak mau harus didatangi sendiri mesinnya," ucap Sarita.

Meski tidak dijelaskan secara detil berapa yang dikeluarkan untuk menghadirkan mesin gilingnya sendiri, Sarita memastikan Bakso Boedjangan sudah mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ke depan, Sarita tidak menutup kemungkinan untuk menginvestasikan lebih banyak lagi mesin giling dalam rangka meningkatkan produksi baksonya.

Saat ini, sudah ada 24 outlet Bakso Boedjangan yang tersebar di seluruh Jabodetabek hingga beberapa tempat di luar Jawa, yaitu Makassar dan Bali. Seluruh outlet itu adalah campuran dari yang milik CRP Group dan yang dioperasikan oleh mitra dengan sistem yang serupa franchise.

Meski ada keinginan untuk terus menambah outlet, Sarita menyebut pihaknya sedang mengerem pembukaan outlet baru. Hal itu dikarenakan kapasitas produksi bakso mereka yang saat ini masih terbatas, sehingga harus disesuaikan dengan jumlah outlet yang ada.

"Bicara opening outlet di Bakso Boedjangan, kami kejar-kejaran dengan kapasitas pabrik. Sekarang lagi direm, ada opening tapi enggak terlalu banyak karena kami lagi bangun pabrik baru. Pabrik sekarang nanti ditutup, dipindahkan ke pabrik yang lebih besar. Secara kualitas dan standarisasi lebih bagus," kata dia.

Omzet dan pertumbuhan bisnis

Ketika ditanya mengenai berapa omzet Bakso Boedjangan setelah tiga tahun beroperasi dan memiliki puluhan outlet, Sarita enggan membeberkannya. Namun, dia memberi gambaran bahwa rata-rata outlet yang dijalankan oleh mitra bisa Break Even Value (BEV) lebih cepat dari yang dijanjikan dalam kontrak.

"Kalau di atas kertas saat cerita tentang kemitraan, BEV itu di 2,5 tahun. Tapi, pada praktiknya biasanya mitra-mitra yang ada BEV 1 tahun atau di bawah itu. Tapi, kami enggak bisa janjikan itu, yang dijanjikan 2,5 tahun," tutur Sarita.

Mengenai pertumbuhan bisnis Bakso Boedjangan, untuk target pembukaan outlet baru digabung dengan target brand lain di CRP Group. Jika ditotal, CRP Group yang memiliki brand seperti Warunk Upnormal, Nasi Goreng Rempah Mafia, Sambal Khas Karmila, hingga Fish Wow Cheeseee menargetkan memiliki 220 outlet baru tahun ini.

Bicara prospek ke depan, Bakso Boedjangan mengaku akan terus mengadaptasi perubahan dan mengedepankan pengalaman bersantap para konsumennya. Salah satu yang sedang dikaji adalah model layanan self service yang baru dicoba di beberapa outlet Bakso Boedjangan.

"Kalau dulu orang duduk, waiter nyamperin, catat pesanan. Waktu itu kami merasa kalau seperti itu ada potensi salah catat, salah order, akhirnya kami ubah. Sekarang bentuknya konsumen datang, ambil sendiri makanannya. Self service, kemudian di ujungnya ada kasir, langsung bayar. Konsumen akan lebih nyaman, karena dia bisa pilih sendiri apa yang dia mau," papar Sarita.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/11/111100326/-upgrade-bisnis-ala-bakso-boedjangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke