Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tudingan Sandiaga soal Data Kemiskinan, Ini Tanggapan BPS

"Independensi bagi BPS adalah harga mati. Tidak ada intervensi dari pihak manapun, termasuk pemerintah, dalam kegiatan BPS," kata Kepala Biro Humas dan Hukum BPS Dwi Retno kepada Kompas.com, Kamis (5/9/2018).

Dwi menegaskan, BPS merupakan lembaga negara yang independen dan dalam melaksanakan tugasnya selalu menggunakan dasar serta indikator yang terukur serta sistematis. Pun untuk setiap sensus dan survei, BPS menggunakan konsep definisi dan metodologi yang mengacu pada manual dari Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lembaga internasional lainnya.

"Hal tersebut penting untuk tujuan keterbandingan data antarnegara. Dalam menjalankan tugas, BPS juga selalu diawasi oleh lembaga internasional seperti IMF dan PBB atau dari dalam negeri oleh Forum Masyarakat Statistik," tutur Dwi.

Mengenai Sandiaga yang mempertanyakan indikator BPS dalam menentukan garis kemiskinan, Dwi menjelaskan, BPS menggunakan pendekatan rumah tangga dalam menginterpretasi garis kemiskinan.

Rata-rata jumlah anggota rumah tangga pada rumah tangga di Indonesia sekitar 4,6 orang, maka rata-rata garis kemiskinan rumah tangga nasional jadi Rp 1,84 juta yang didapat dari Rp 401.220 dikali 4,6 di mana Rp 401.220 sebagai patokan garis kemiskinan per kapita per bulan.

"Nilai tersebut telah dihitung berdasarkan pemenuhan kebutuhan dasar dari sisi makanan, yaitu pemenuhan 2100 kalori per kapita per hari dan dari sisi non makanan," ujar Dwi.

Bila angka tersebut diterapkan pada masing-masing provinsi, maka garis kemiskinan per bulan per rumah tangga tidak jauh berbeda dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Dwi mencontohkan, di Jakarta dengan garis kemiskinan Rp 593.108 dan rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin 5,2 orang, maka garis kemiskinan per rumah tangga per bulan di Jakarta sebesar Rp 3.084.000 di mana UMP DKI sebesar Rp 3.355.750.

Sandiaga juga menuding data BPS tentang pengangguran masih mentah dan tidak memperhatikan kualitas pekerjaannya. Dwi menekankan, BPS memotret kondisi ketenagakerjaan (termasuk pengangguran) sesuai konsep dan definisi pengangguran yang berlaku secara internasional melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas).

"Sakernas tidak bertujuan mendeteksi mismatch di dalam pekerjaan, seperti sarjana sastra yang bekerja di perbankan. Penghitungan mismatch antara lapangan pekerjaan dan pendidikan pekerja bukan kewenangan BPS," ucap Dwi.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/06/114800226/tudingan-sandiaga-soal-data-kemiskinan-ini-tanggapan-bps

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke