JAKARTA, KOMPAS.com - Analisis yang dilakukan Nomura Holdings Inc menunjukkan ada delapan negara berkembang yang dipandang memiliki risiko paling kecil terpapar krisis moneter. Negara-negara tersebut antara lain Indonesia, Brasil, Bulgaria, Kazakhstan, Peru, Filipina, Rusia, dan Thailand.
Dalam analisis Nomura, delapan negara tersebut memperoleh skor nol terkait risiko krisis moneter. Artinya, negara-negara itu memiliki risiko yang sangat kecil untuk mengalami krisis.
Analisis Nomura didasarkan pada model peringatan awal krisis yang dinamakan Damocles. Model tersebut memeriksa sejumlah faktor, termasuk cadangan devisa, tingkat utang, suku bunga, dan impor.
Berikut ini penjelasan terkait 8 negara berkembang yang memiliki risiko paling kecil terpapar krisis moneter.
1. Indonesia
Nilai tukar rupiah beberapa waktu terakhir mengalami pelemahan terhadap dollar AS. Namun, pelemahan tersebut dipandang cenderung gradual dan sejalan dengan kebijakan pengetatan moneter yang dilakukan bank sentral AS Federal Reserve.
Meski begitu, Indonesia dipandang cukup resilien dalam menghadapi kondisi tersebut, terlihat dari cadangan devisa yang cukup tinggi untuk menahan pelemahan nilai tukar lebih lanjut. Selain itu, pemerintah pun telah melakukan serangkaian upaya untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan.
Rasio utang Indonesia pun dipandang masih cukup baik. Dengan cadangan devisa yang tercatat 117 miliar dollar AS dan rendahnya rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB), Indonesia masih cukup kuat dalam menahan pelemahan nilai tukar.
2. Brasil
Nilai tukar real Brasil terpuruk terhadap dollar AS selama 2,5 tahun terakhir. Hal ini disebabkan kenaikan suku bunga di AS dan ketidakpastian politik di Negeri Samba tersebut.
Namun, di sisi lain, perekonomian Brasil sedang mengalami pemulihan meski masih cenderung underperform, yang didorong konsumsi dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi Brasil sejauh ini mencapai 1,1 persen, jauh di bawah ekspektasi sebelumnya, yakni 2,7 persen.
Bank sentral Brasil pun telah melakukan serangkaian upaya stabilisasi real, antara lain kebijakan swap valas. Awal Agustus 2018 lalu pun suku bunga acuan ditahan di level 6,5 persen.
3. Kazakhstan
Namun, bank sentral tetap mempertahankan rezim nilai tukar mengambang dan siap melakukan intervensi untuk stabilisasi tenge. Selain itu, negara tersebut juga terus mengembangkan pariwisata.
4. Bulgaria
Pemerintah Bulgaria tengah mengusahakan keanggotaan mata uang euro dan uni perbankan Uni Eropa hingga Juni 2019 mendatang. Oleh karena itu, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi perekonomian Bulgaria.
Hal ini turut membuat perekonomian negara tersebut cenderung solid. Beberapa syarat itu antara lain perbaikan bingkai kerja keuangan makro, memperkuat pengawasan sektor keuangan non-bank, serta upaya lebih keras dalam memberantas pencucian uang.
Reuters mewartakan, inflasi Bulgaria cenderung rendah. Selain itu, anggaran Bulgaria pun mengalami surplus dan rasio utang pemerintah cenderung rendah.
5. Peru
Nilai tukar peso Peru turut melemah terhadap dollar AS, mengikuti negara-negara berkembang lainnya sejalan dengan krisis keuangan yang terjadi di Argentina. Meski demikian, perekonomian negara di Amerika Selatan tersebut terus memperlihatkan peningkatan yang signifikan.
Pertumbuhan ekonomi Peru didukung investasi swasta yang terus meningkat porsinya. Pada tahun 2019 mendatang, pertumbuhan investasi swasta diprediksi mencapai 7,9 persen, naik dari 5 persen pada tahun 2018 ini.
Salah satu pendorong utama investasi swasta adalah proyek-proyek pertambangan. Adapun investasi pemerintah diperkirakan tumbuh 14 persen tahun ini.
6. Filipina
Pertumbuhan ekonomi Filipina dihantui beberapa risiko, antara lain inflasi yang tinggi dan risiko eksternal. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi negara tetangga Indonesia tersebut masih cukup tinggi, yakni 6 persen pada kuartal II 2018.
Bank sentral Filipina menyatakan, perekonomian Filipina cukup resilien menghadapi risiko eksternal, termasuk krisis di sejumlah negara berkembang, seperti Turki dan Argentina. Gubernur Banko Sentral Ng Filipinas Nestor Espenilla mengungkapkan, fundamental ekonomi Filipina sangat bagus.
"Pertumbuhan (ekonomi) kita sangat kuat, posisi fiskal kita tersusun rapi, dan posisi eksternal kita cenderung baik meski defisit, serta rasio utang rendah," kata Espenilla seperti dikutip dari Philippines Star.
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/11/070000326/indonesia-masuk-daftar-8-negara-dengan-risiko-krisis-paling-kecil