Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dilema Pinjaman Online, Seberapa Amankah?

Pengacara publik LBH Jakarta Jeanny Sirait menilai, masih banyaknya masyarakat yang dirugikan oleh pinjaman online ini sebagai dampak dari aturan pinjol yang kurang mumpuni.

"Persoalannya pada kasus pinjol (pinjaman online) nggak ada aturan yang memang cukup mumpuni untuk melindungi masyarakat pengguna aplikasi," ujar Jeanny ketika dihubungi Kompas.com, Senin (5/11/2018).

Dia mengatakan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/ 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi hanya menerapkan sanksi untuk aplikasi pinjaman online yang terdaftar atau memiliki izin OJK. Sementara hingga saat ini, baru 73 fintech P2P lending yang telah resmi terdaftar OJK.

"Sedangkan saat kami tracking, di appstore pada bulan Agustus lalu terdapat hampir 300 aplikasi, dari situ terlihat sekali antara yang terdaftar dan tidak terdaftar timpang sekali," ujar Jeanny.

Tak Hanya yang Ilegal

LBH Jakarta pun mengatakan, pelanggaran tidak hanya dilakukan oleh fintech P2P lending yang ilegal saja, tetapi juga mereka yang telah terdaftar di OJK.

"Benar ada (yang terdaftar di OJK, 2 korban yang menghadiri konferensi pers pada hari Minggu lalu di antaranya menjadi korban pinjaman online terdaftar," ujar Jeanny ketika kembali dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (7/11/2018).

Sementara dari pihak Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi fintech P2P lending yang telah terdaftar di OJK sendiri belum menerima laporan terkait anggotanya yang melakukan pelanggaran.

Wakil Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan seharusnya, pinjaman yang sudah terdaftar secara resmi sudah memahami konsekuensi dari pelanggaran tersebut.

"Tidak pernah ada klarifikasi (kasus pelanggaran) kepada asosiasi atau kepada OJK yang kemudian ditujukan kepada asosiasi," ujar Sunu.

Menetapkan Aturan

Pihak asosiasi pun mengaku telah melakukan konsolidasi dengan berbagai jenis pinjaman online, serta tengah memformulasi proses penagihan. Pihaknya juga akan melakukan sertifikasi yang ditujukan untuk para penagih.

"Dulu muncul kasus ramai-ramai kita dari asoisasi sudah membuat code of conducts, kemudian code of ethics, dan ada juga komite etik yang meregulasi dan mendisiplinkan anggota dalam melakukan penagihan," jelas dia.

Selain itu, mereka juga telah memiliki aturan pagu biaya peminjaman yang meliputi biaya bunga, denda, atau biaya administrasi.

Wakil Ketua Eksekutif Pendanaan Multiguna AFPI sekaligus CEO Uang Teman Aidil Zulkifli menjelaskan, penetapan batasan biaya pinjaman nasabah tersebut berdasar pada kesepakatan bersama.

Industri sepakat nasabah yang memiliki pinjaman melebihi masa penagihan maksimal 90 hari dari tenggat waktu pembayaran tidak akan membayar lebih dari 100 persen biaya pinjaman dan pokoknya.

"Jadi, jika konsumen memiliki pinjaman Rp 2 juta, namun kemudian mengalami kesulitan dalam pengembalian, maka maksimal nilai total pinjaman beserta biaya-biaya keseluruhan tidak boleh melebihi 100 persen dari nilai pokok atau prinsipalnya," ujar Aidil.

Dirugikan

AFPI menyatakan, maraknya pemberitaan mengenai keluhan masyarakat terkait pinjaman online pun dianggap telah merusak citra industri yang sedang mereka bangun. Sementara, pihak-pihak yang melakukan pelanggaran bukanlah bagian dari anggota asosiasi atau pinjaman online yang telah terdaftar resmi di OJK.

"Mereka adalah penyelenggara pinjaman online ilegal. Jadi kalau ilegal ya melawan hukum, jangan sampai seperti ini merusak industri," ujar Sunu.

Sehingga, keberadaan fintech ilegal tak hanya merugikan masyarakat saja, tetapi juga industri secara keseluruhan. Selain itu, menurut Sunu banyaknya pengaduan terkait penyelenggaraan pinjaman online juga bisa berdampak pada semangat inklusi keuangan.

AFPI pun meminta masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih fintech, serta membaca setiap ketentuan dan kondisi yang diberikan setiap kali melakukan pinjaman secara lebih jeli.

Selain itu, pihak asosiasi juga menyatakan siap untuk berkoordinasi dengan penegah hukum dan LBH Jakarta terkait kasus pengaduan ini. Selain itu, asosiasi juga menyatakan tengah berusaha untuk terus melakukan edukasi kepada masyarakat.

"Edukasi kami lakukan secara berkala, dan ke LBH Jakarta akan kami lakukan mediasi, yang pasti kami sudah koordinasi dengan penegak hukum," ujar Sunu.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/07/084500526/dilema-pinjaman-online-seberapa-amankah-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke