JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah menilai surplus beras tak menjadi jaminan harganya akan stabil.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia diprediksi surplus beras sebanyak 2,85 juta ton pada tahun 2018.
"Surplus beras bukan jaminan harga beras stabil. Jangan berhenti di produksi beras tapi memantau juga beras yang keluar di penggilingan padi," ujar Rusli di Jakarta, (15/11/2018).
Rusli menjelaskan, pemerintah juga harus memperhatikan aksesibilitas. Sebab, jika pasokan cukup, tetapi beras langka dipasaran akan menyebabkan kenaikan harga.
"Tren harga tinggi di akhir tahun menjadi moral hazard oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk mencari rente dengan penimbunan," kata Rusli.
Rusli menuturkan, kenaikan harga beras premium yang tidak dinikmati petani sebagai indikasi adanya oknum pedagang yang memainkan harga.
"Kenaikan harga beras premium tidak dinikmati oleh petani, ada gap antara beras di petani dan di pasar. Beras premium dijual harga tinggi tapi margin itu tidak dinikmati petani," ucap dia.
Atas dasar itu, Rusli berpendapat pemerintah harus mengoptimalkan peran Satgas Pangan dan TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah). Selain itu, pemerintah perlu memastikan produksi berasi di November dan Desember 2018 sesuai target.
Pemerintah juga perlu memperhatikan daerah-daerah yang akan panen pada waktu tersebut untuk memastikan panen berhasil dengan cara pengendalian hama dan mitigasi banjir.
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/15/191844026/indef-surplus-beras-tak-jamin-harga-stabil