Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kondisi Perekonomi China 2019 Terancam Makin Jeblok

Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini merasakan efek dari prospek perdagangan yang semakin gelap dan upaya pemerintah untuk mengendalikan pinjaman berisiko setelah kenaikan tingkat utang yang pesat.

"Kombinasi keduanya belum pernah terjadi sebelumnya. Ini menciptakan tingkat ketidakpastian dan risiko yang tinggi," ujar analis Moody's sebagaimana dikutip dari CNN, Senin (31/12/2018).

Apa yang terjadi di China tersebut akan sangat berpegaruh bagi bisnis dan pasar keuangan di seluruh dunia. Pasalnya, negeri panda ini merupakan pengekspor barang terbesar di dunia, menyerap bahan-bahan dari negara lain untuk mengekspor iPhone, laptop, buldoser, dan banyak produk lainnya.

Kelas menengah yang berkembang pesat di negara ini telah mengubahnya menjadi pasar terbesar di dunia untuk barang-barang konsumsi seperti mobil, smartphone, dan bir, serta menghasilkan miliaran laba untuk perusahaan seperti General Motors dan Apple.

"China sudah menjadi mesin pertumbuhan terbesar di dunia," ujar Rajiv Biswas, kepala ekonom Asia-Pasifik di perusahaan riset IHS Markit.

Perang dagang

Kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi China telah menyebar melalui pasar keuangan. Indeks saham patokan negara tersebut anjlok pada Juni dan turun 25 persen sejak awal tahun. Hal ini juga mempengaruhi pasar di Eropa dan Amerika Serikat.


Hal yang masih belum pasti adalah parahnya pelambatan ekonomi dan seberapa jauh pemerintah China bisa mengurangi dampaknya.

Kuncinya adalah bagaimana perang dagang antara Amerika Serikat dan China, yang dimulai tahun ini, akan berlangsung pada 2019. Setelah memberlakukan tarif bernilai ratusan miliar dollar AS, kedua belah pihak sekarang mencoba untuk menegosiasikan kesepakatan pada akhir Februari. Jika gagal, perang tarif akan terus berlangsung.

Sementara itu, pukulan ekonomi dari perang perdagangan diperkirakan akan menjadi lebih nyata di China dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini bisa merugikan ekspor dan keuntungan perusahaan negara ini.

"Pertumbuhan ekspor akan tertekan, bahkan jika dampak pengenaan tarif bisa dihindari," ujar Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di perusahaan riset Capital Economics.

Lantas muncul pertanyaan, apakah kedua pemerintah akan mencapai kesepakatan dalam dua bulan ke depan. Konflik AS dan China yang berkembang lebih dari sekadar perdagangan, namun juga mencakup teknologi, kekayaan intelektual, investasi, kebijakan industri, dan akses pasar.

Selain memberlakukan tarif, pemerintah AS tahun ini mencegah dua perusahaan teknologi besar China untuk membeli komponen penting buatan Amerika. AS juga meningkatkan pengawasan investasi asing.

Dalam laporannya, analis di perusahaan investasi Vanguard mengatakan bahwa jalan menuju gencatan senjata antara dua negara adidaya ekonomi itu kemungkinan akan terjal dan berkepanjangan. Dalam prosesnya, hal itu bisa merusak ekonomi kedua negara itu.

Perang dagang ini memiliki potensi untuk memukul pertumbuhan China secara signifikan.

Kepala ekonom Enodo Economics, Diana Choyleva, menyebut, dalam negosiasi terbaru, terlihat kebutuhan China untuk mencapai kesepakatan dengan AS. Hal itu  untuk mendapatkan ruang yang sangat dibutuhkan dalam iklim ekonomi China yang memburuk.

Kebijakan China

Pertanyaan penting bagi China adalah bagaimana konsumennya merespons ketidakpastian tersebut. Transformasi ekonomi luar biasa di negara ini dalam beberapa dekade terakhir telah menarik ratusan juta orang keluar dari kemiskinan dan memicu belanja rumah tangga yang sangat masif.

"Konsumsi rumah tangga merupakan pendorong kisah pertumbuhan struktural di China," kata Edmund Goh, seorang manajer portofolio di Aberdeen Standard Investments di Shanghai.

"Itu telah melawan banyak pelambatan," lanjut dia.

Tekanan terhadap perekonomian China sudah terlihat. Sepeti merosotnya penjualan mobil dalam beberapa bulan terakhir. Kemudian data resmi juga menunjukkan bahwa belanja ritel secara umum telah melambat.

Goh menambahkan, utang warga China yang meningkat dengan cepat, bisa mendorong keengganan mereka untuk berbelanja.

Melihat hal ini, China kemungkinan akan menghadapi kesulitan yang dihadapi ekonomi dengan pendekatan mereka selama ini. Tahun ini China telah melakukan pemangkasan pajak, investasi infrastruktur,  dan pelonggaran kebijakan moneter. Beijing diharapkan melakukan lebih banyak langkah lagi pada 2019.

Para ekonom menyarankan agar China melonggarkan kebijakan pembatasan pasar real estat di negara itu untuk mendorong aktivitas pembangunan.

Namun, menurut Iris Pang, ekonom China di bank investasi ING, dengan makin banyaknya kebijakan stimulus justru lebih berisiko merusak upaya China untuk mengatasi masalah yang lebih dalam dalam perekonomian, termasuk mengekang sejumlah besar utang dalam sistem keuangan.

"Pemerintah telah menunda reformasi dan akan fokus pada langkah-langkah pro-pertumbuhan," kata Pang.


https://ekonomi.kompas.com/read/2018/12/31/074421926/kondisi-perekonomi-china-2019-terancam-makin-jeblok

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke