BEIJING, KOMPAS.com - Ekonomi China diperkirakan akan tumbuh di bawah 6 persen tahun ini lantaran permintaan domestik yang cenderung stagnan.
Beberapa sinyal menunjukkan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang semakin lemah. Belakangan, Apple menurunkan proyeksi pendapatan kuartal I-2019 karena rendahnya permintaan di China.
Selain itu, perusahaan otomotif asal Hong Kong, Geely menyatakan relasiasi penjualan di 2018 tidak mencapai target serta memprediksi penjualan di 2019 akan cenderung stagnan.
"Hal yang menrarik adalah permintaan domestik yang lemah, permintaan eksternal tidak seburuk itu," jelas Kepala Ekonom DBS Group Research Taimur Baig seperti dikutip dari CNBC, Selasa (8/1/2019).
Sebagai catatan, tahun lalu China melaporkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen di kuartal III-2018, angka terendahnya sejak krisis ekonomi global. Sedangkan, pemerintah setempat menarget pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 sebesar 6,5 persen.
Data-data ekonomi tahun lalu menunjukkan, China masih mampu bertahan di tengah berbagai polemik perekonomian, termasuk perang dagang dengan Amerika Serikat. Namun tahun ini, di tengah nilai ekspor yang semakin turun, begitu juga angka produksi, pertumbuhan ekonomi negara tersebut semakin melambat.
Dari segi domestik, China juga bukan berarti tidak memiliki masalah. Bahkan, sebelum berkonflik dengan Presiden AS Donald Trump, China sudah harus mengelola perlambatan ekonomi setelah puluhan tahun mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup agresif.
Meskipun saat ini tengah terjadi negosiasi di antara kedua negara ekonomi raksasa tersebut, namun Baig tidak yakin perang dagang akan rampung dalam tiga hingga enam bulan ke depan. Sebab, masalah yang dihadapi China dan AS bukan hanya ekspor dan impor.
https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/08/160230026/ekonom-prediksi-pertumbuhan-ekonomi-china-di-bawah-6-persen