"Pada saat mateng, itu (laba) sekitar 2 miliar dollar AS per tahun karena Inalum pegang 51 persen. Kita dapat 1 miliar dollar AS per tahun setelah 2023," kata Budi dalam diskusi "Kembalinya Freeport ke Indonesia, Antara Kepentingan Nasional dan Kepentingan Asing" di Gedung Kahmi Center, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Budi menuturkan, pada tahun ini laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA Freeport akan menurun dibandingkan sebelumnya. Pasalnya, Grasberg Open Pit habis tahun ini dan bakal digantikan dengan tambang bawah tanah (underground).
"Ini akan berproduksi maksimal sekitar 2023 dan nanti akan mulai stabil," ujarnya.
Menurut dia, penurunan produksi di 2019-2020 tidak perlu dipersoalkan dan dipermasalahkan. Karena seiring waktu akan terus meningkat dan naik produksinya.
"Jangan dimarahi kalau produksi turun di 2019 dan 2020, bukan karena tambangnya habis," tuturnya.
Ia menyebutkan, ketika dalam keadaan normal atau stabil, Freeport bakal memiliki pendapatan 7 miliar dollar AS per tahun atau sekitar Rp 98 triliun per tahun (asumsi nilai tukar Rp 14.000 per dollar AS).
Seperti diberitakan, Inalum akhirnya melunasi pembayaran divestasi saham PT Freeport Indonesia. Hasilnya, sekitar 51,2 persen saham perusahaan asal Amerika Serikat itu kini beralih ke Indonesia yang berada di Inalum.
Inalum membayar 3,85 miliar dollar AS kepada PT Freeport Indonesia, rinciannya sebanyak 3,5 miliar dollar AS dialokasikan untuk pembayaran 40 persen hak partisipasi Rio Tinto, dan 350 juta dollar AS untuk Indocopper.
https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/09/190200026/dirut-inalum--kita-dapat-1-miliar-dollar-as-per-tahun-dari-freeport-setelah