Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pajak "E-Commerce", Suara Sendu dan Jalan Tengah

Bahkan sebelum berlaku 1 April 2019 nanti, aturan penegasan terkait pajak e-commerce ini diminta untuk ditunda dan dikaji ulang, sambil menunggu adanya kajian bersama.

Aturan yang dibuat Menteri Keuangan Sri Mulyani itu bahkan dinilai minim studi, uji publik, sosialisasi hingga kesepakatan dengan pelaku usaha.

Tak hanya itu, aturan tersebut juga  dinilai bisa mematikan pertumbuhan UMKM. Sebab sebagain besar penjual di platform marketplace e-commerce adalah UMKM.

Semua kritikan itu mengalir dari Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA).

"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak dari antara pengusaha mikro yang masih pada level coba-coba. Belum tentu mereka bertahan dalam beberapa bulan ke depan," ujar Ketua Umum idEA Ignatius Untung.

Suara sendu

Menteri Keuangan Sri Mulyani bukan tak tahu menahu aturan baru yang ia buat dihujani keluhan pelaku usaha. Dalam acara seminar di Hotel Grand Sahid Jaya, perempuan yang kerap disapa Ani itu bicara soal "suara sendu" itu.

"Kami tidak melakukan kebijakan perpajakan baru, yang sekarang ini (pajak e-commerce) mungkin sedang diributin," ujarnya, Senin (14/1/2019).

"Padahal yang kami atur adalah tata laksananya. Namun ini juga sesuatu yang sangat sensitif di Indonesia," sambung Sri Mulyani.

Peraturan yang dimuat dalam PMK-210 ini semata-mata terkait tata cara dan prosedur pemajakan, tak ada penetapan jenis atau tarif pajak baru bagi pelaku e-commerce.

Di antaranya, kewajiban penyedia platform marketplace wajib memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ada juga kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa.

Sementara untuk pedagang dan penyedia jasa diantaranya harus memberitahukan NPWP Kepa da penyedia platform marketplace dan membayar pajak sesuai ketentuan.

Bila UMKM atau omzet di bawah Rp 4,8 miliar setahun, maka tarif PPh-nya hanya 0,5 persen dari omzet. Sedangkan untuk yang beromzet di atas Rp 4,8 miliar dalam setahun, maka harus membayar PPh sesuai ketentuan yang ada.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, sebagian masyarakat Indonesia masih begitu sensitif bila mendengar kebijakan yang terkait dengan pajak.

Bahkan ia melontarkan guyonan untuk pihak-pihak yang begitu sensitif dengan pajak. Padahal aturan baru itu mengatur soal tata pelaksananya saja.

"Kalau orang dengar pajak itu dia langsung kepalanya korslet aja. Dia enggak bisa diajak mikir, enggak bisa diajak ngomong. Dia takut atau dia khawatir aja," kata Sri Mulyani disambut gelak tawa peserta seminar.

Pemerintah ucap Sri Mulyani, menyadari kekhawatiran pelaku usaha e-commerce bukanlah hal yang baik bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Sebab pelaku usaha adalah aspek penting ekonomi itu sendiri.

Oleh karena itu ia menjanjikan, pihaknya tidak akan memungut pajak e-commerce secara sembarangan, namun tetap dengan prinsip hati-hati.

"Tentu saya sebagai Menteri Keuangan harus terus menjaga iklim investasi sehingga ketakutan tidak perlu terjadi," kata dia.

Jalan tengah

Memahami ada perbedaan pandangan menyangkut ketentuan pajak e-commerce, jajaran Kementerian Keuangan mengadakan pertemuan diam-diam dan tertutup dengan idEA.

Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai hadir mewakili Kementerian Keuangan.

Seperti keinginan Ketua Umum idEA Ignatius Untung, pertemuan itu digelar untuk mencari jalan tengah. Usai pertemuan, Kementerian Keuangan jalan tengah itu.

Pertama, kedua pihak menyepakati semangat utama dan substansi bahwa pedagang atau merchant tidak diwajibkan untuk ber-NPWP saat mendaftarkan diri di platform marketplace.

Bagi yang belum memiliki NPWP, cukup memberitahukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace.

Kedua, PMK e-commerce bukan untuk mengejar target penerimaan pajak, namun untuk menggali informasi untuk membangun database e-commerce. Data itu akan dianalisis untuk melihat perkembangan e-commerce di Indonesia.

Ketiga, para pelaku usaha sepakat untuk tidak akan berpindah ke platform media sosial. Dengan adanya aturan ini, diharapkan pelaku usaha di media sosial justru beralih ke platform marketplace.

Keempat, Kementerian Keuangan akan melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, agar pelaporan platform marketplace dapat dipermudah

Hal Ini akan memudahkan dan memberikan kepastian hukum bagi pedagang dan penyedia jasa apabila di kemudian hari ada permasalahan di mata hukum.

Kelima, Kementerian Keuangan sepakat untuk mempermudah proses impor pengiriman barang ecommerce.

Melalui skema Delivery Duty Paid, pembeli akan mendapatkan kepastian harga dan pedagang akan mendapatkan kemudahan dalam proses impor barangnya.

Dengan adanya jalan tengah itu, Kemenkeu dan idEA menyatakan sepakat untuk bekerjasama lebih erat dalam merumuskan aturan pelaksanaan PMK-210 yang mengakomodir kepentingan seluruh stakeholder.

https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/15/071100526/pajak-e-commerce-suara-sendu-dan-jalan-tengah-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke