JAKARTA, SENIN - Potensi zakat di Indonesia hingga kini belum tergarap optimal. Pengorganisasian zakat masih sangat kecil dari potensi minimal sesungguhnya sekitar Rp 4,8 triliun sampai Rp 17 triliun. Zakat masih dimaknai sebagian besar orang sebagai ibadah ritual tanpa ada dimensi ekonomi dan sosial yang kuat.
"Pengelolaan zakat ini perlu diatur lebih baik. Selama ini belum ada lembaga yang mengatur semua pengelola dan penyalur zakat. Karena itu sebaiknya ada kontrol sehingga penggunaan zakat dapat dirasakan oleh umat," kata Direktur Eksekutif Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Emmy Hamidiyah, Senin (29/9) di Jakarta.
Emmy mengatakan sistem pengelolaan zakat selama ini belum dikelola maksimal. Pengelolaan zakat dilakukan oleh Baznas, Badan Amil Zakat Daerah (Bazda), dan lembaga amil zakat (LAZ). Selebihnya tidak ada data pengelolaan dan laporan keuangan yang jelas karena banyak pihak mengklaim mampu mengelola dan menyalurkan zakat. Masing-masing pengelola itu, tutur Emmy, mempunyai aturan main sendiri dalam operasionalnya.
Belakangan muncul desakan amandemen Undang-U ndang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Aturan ini dia nilai masih belum banyak mengakomodir besaran jumlah zakat untuk masing-masing kategori pendapatan. Begitupun aturan tentang mereka yang tidak membayar zakat. Seiring dengan wacana amandemen, pemerintah berkeinginan memperluas kewenangannya mengatur zakat. Bahkan muncul wacana penghapusan LAZ di Indonesia.
Menteri Agama, Maftuh Basuni, mendukung rencana amandemen UU Nomor 38 Tahun 1999. Dia setuju dengan usulan yang menempatkan pemerintah menjadi regulator pengelolaan zakat. Jika memungkinkan, tutur Maftuh, pengelolaan dilakukan hanya oleh pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.