Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilik Kios dan Pengembang ITC Mangga Dua Bertikai di Pengadilan

Kompas.com - 17/11/2008, 12:43 WIB

JAKARTA, SENIN — Dua pemilik kios ITC Mangga Dua yang didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadap PT Duta Pertiwi, pihak pengembang ITC Mangga Dua, Jakarta Utara, Khoe Seng Seng alias Aseng dan Kwee Meng Luan alias Winny, mengatakan, surat pembaca yang mereka tulis dan dimuat di sejumlah surat kabar nasional tidak dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik.

Perbuatan keduanya diancam pidana berdasarkan Pasal 311 Ayat (1) dan Pasal 310 Ayat (2) KUHP Pidana. Aseng dan Winny didakwa melakukan kejahatan pencemaran dengan surat dan dianggap bersalah memfitnah dengan ancaman penjara 4 tahun dan subsidair pidana satu tahun empat bulan atau denda Rp 4.500.

Padahal, menurut Winny, tindakan mereka bukan tergolong pidana pencemaran nama baik. "Apa yang kami katakan (dalam surat pembaca), itu fakta untuk kepentingan umum. Kami masuk lewat Pasal 310 Ayat (3), mereka sengaja tidak mencantumkan itu," ujar Winny sebelum sidang pembacaan eksepsi di PN Jakarta Timur, Senin (17/11).

Menurut Pasal 310 Ayat (3), suatu tindakan tidak dapat dikatakan sebagai pencemaran nama baik jika perbuatan itu dilakukan untuk mempertahankan kepentingan umum atau karena terpaksa untuk mempertahankan diri. Penjelasan Pasal 312 KUHP menyebutkan, yang dimaksud dengan membela kepentingan umum adalah menunjukkan kekeliruan dan kelalaian yang merugikan atau membahayakan masyarakat umum.

Pada 2006 Aseng dan Winny menuangkan kekecewaan mereka kepada PT Duta Pertiwi yang dinilai tidak jujur dalam melakukan perjanjian jual beli kios di ITC Mangga Dua. Keluhan Aseng dimuat di harian Kompas, Selasa, 26 September 2006 dengan judul "Duta Pertiwi Bohong" dan di Suara Pembaruan, Selasa, 21 November 2006 dengan judul "Jeritan Pemilik Kios ITC Mangga Dua". Sementara itu, Winny menuliskan keluhannya di Suara Pembaruan, 3 Oktober 2006.

Mereka mengadukan PT Duta Pertiwi yang dinilai menipu konsumen pembeli kios. Ketika membeli, dalam akta jual beli yang diperoleh keduanya hanya tercantum Hak Guna Bangunan (HGB), tidak tertulis HGB di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Padahal, dalam akta jual beli yang Winny peroleh melalui pembelian langsung pada 1992 ataupun yang diperoleh Aseng melalui proses lelang pada 2003, obyek pembelian terdiri atas benda bersama, bagian bersama, tanah bersama dengan nilai perbandingan proporsional.

Dalam persoalan ini tanah seharusnya sudah menjadi hak milik pembeli. "Kalau saya tanya kepada dia (perwakilan PT Duta Pertiwi) dulu tanah siapa yang dia jual? Dia enggak pernah jawab itu. Malah muter-muter dan malah diarahkan saya memfitnah," ujar Aseng.

Saat ini keduanya sedang menghadapi dakwaan pidana dari PT Duta Pertiwi. Kuasa hukum keduanya dari LBH Pers akan membacakan eksepsi hari ini di PN Jakarta Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com