Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesulitan Minyak Tanah, Produksi Industri Keripik Merosot

Kompas.com - 16/12/2008, 20:34 WIB

MAGELANG, SELASA - Akibat kesulitan minyak tanah, sejumlah industri keripik singkong dan selondok di Kabupaten Magelang terpaksa beralih menggunakan gas elpiji. Penggantian bahan bakar ini membuat para pelaku industri terpaksa menurunkan volume produksi sehingga kesulitan memenuhi permintaan pasar, termasuk untuk ekspor.

Sismanto, pemilik UD Wahyu Pendawa Lestari, produsen keripik singkong di Desa Rambeanak, Kecamatan Mungkid, mengatakan, gas elpiji tidak mampu langsung memberikan efek panas di penggorengan. Akibatnya, proses menggoreng dan merebus singkong, lebih lambat dibanding saat memakai minyak tanah.

Tak urung, hal ini akhirnya berimbas pada penurunan produksi. "Jika saat memakai minyak tanah produksi bisa mencapai 30 kuintal per hari, maka setelah sebulan memakai gas elpiji, kami pun harus puas hanya memproduksi 16 kuintal keripik hari, ujarnya," Selasa (16/12).

Untuk kebutuhan proses produksi keripik singkong, Sismanto biasanya menggunakan 300 liter minyak tanah per hari. Namun, sejak pertengahan November lalu, kebutuhan ini tidak mampu terpenuhi karena pangkalan hanya membatasi pembelian minyak tanah satu hingga dua liter per orang.

Dengan kondisi itu , dia pun akhirnya gas elpiji. Setiap harinya, 12 tabung elpiji dipakai untuk memproduksi keripik singkong di UD Wahyu Pendawa Lestari.

Dengan penurunan volume produksi tersebut, Sismanto akhirnya kesulitan untuk memenuhi permintaan pasar. Selama ini, keripik singkong merek Kelinci Dunia yang diproduksinya dipasarkan rutin ke wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta menembus pasar ekspor di Amerika, Malaysia dan Brunei Darusalam.

"Namun, karena tidak mampu memenuhi permintaan, beberapa pelanggan akhirnya justru memutuskan kontrak dagang dan berhenti membeli keripik dari industri milik saya," ujarnya. Pelanggan dalam negeri yang memutuskan hubungan dagang dirinya adalah sejumlah supermarket di Jabodetabek.

Tidak hanya itu, permintaan ekspor pun berhenti. Padahal, biasanya, pengiriman keripik singkong ke Amerika, Malaysia, dan Brunei Darussalam, masing-masing mencapai satu kontainer atau setara delapan ton keripik per minggu.

Hal serupa juga dialami Ghozali, pemilik UD Karya Rasa, produsen keripik singkong dan selondok di Desa Rambeanak. Karena kerap kesulitan mendapat minyak tanah, maka dari satu dari dua kompor yang dipakai dalam proses produksi terpaksa beralih menggunakan gas elpiji.

Namun, agar tetap dapat memakai minyak tanah, maka saya pun terpaksa membeli minyak tanah di pengecer seharga Rp 5.000 per liter, terangnya. Padahal, saat belum terjadi kelangkaan, dia cukup membeli minyak tanah di pangkalan seharga Rp 3.000 per liter.

Kondisi ini sudah cukup berdampak para penurunan volume produksi. Jika dua kompornya memakai minyak tanah produksi mencapai empat hingga 4,5 kuintal per hari, maka setelah mulai menggunakan gas elpiji, volume produksi berkurang menjadi tiga hingga 3,5 kuintal pe r hari. Begitupun produksi keripik singkong terpaksa menyusut dari 2,8 kuintal per hari menjadi 2,1 kuintal per hari.

Dengan kelangkaan minyak tanah, Ghozali mengatakan, aktifitas produksi akhirnya tidak mampu berjalan setiap hari. Karena belum tentu bisa mendapatkan minyak tanah, maka kegiatan produksi keripik akhirnya hanya berjalan empat atau lima hari dalam seminggu, ujarnya.

Berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelah, jatah minyak dari Pertamina yang diterima delapan agen di Kabupaten Magelang kini mulai dikurangi. Jika bulan September jatah minyak tanah mencapai 2.800 kiloliter, maka pada bulan Oktober berkurang menjadi 2.485 kiloliter. Pada bulan November jatah minyak tanah menyusut menjadi 2.350 kiloliter, dan pada bulan Desember menjadi 2.015 kiloliter.

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com