Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapitalisme, Alasan Utama Perang

Kompas.com - 23/01/2009, 21:53 WIB

Laporan wartawan Kompas Imam Priahdiyoko

JAKARTA, JUMAT — Perang di era modern sesungguhnya lebih disebabkan oleh kepentingan arus kapitalisme. Sulit mencari pembenaran lain, kecuali perang itu dilakukan untuk akumulasi modal dan mencari pasar baru bagi produksi persenjataannya.

"Itu sebabnya, Amerika tidak bisa menghentikan produksi senjatanya, karena akan menyebabkan pengangguran dalam jumlah besar. Bukan hanya kerugian finansial, tetapi posisi politik sebagai negara yang menjadikan teror sebagai bisnis yang menguntungkan akan turun," ujar Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta di Jakarta, Jumat (23/1) malam.

Anis menceritakan tentang hilangnya alasan negara modern untuk memproduksi persenjataan pascaperang dunia kedua dan runtuhnya komunisme dunia. Pasalnya, dunia semakin akrab dengan perdamaian yang diusahakan melalui berbagai bentuk dialog.

"Alasan untuk menggunakan persenjataan sebetulnya semakin berkurang. Namun, karena dorongan kapitalisme itulah, maka Amerika terus mencari alasan untuk memunculkan konflik. Di antaranya dengan memunculkan ketakutan-ketakutan baru," ujarnya.

Ketakutan baru itu seperti perang melawan teroris yang pada kenyataannya hanya menjadi pembenaran bagi Amerika dan sekutunya untuk menggunakan alat persenjataan yang dimilikinya. Selain itu, ketakutan yang muncul itu diperburuk lagi dengan ketegangan yang paling mudah disulut, yaitu sentimen agama.

"Pada akhirnya, produksi persenjataan Amerika itulah yang diuntungkan berbagai perang dan konflik di belahan dunia," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com