Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadapi Krisis dengan Mengejar Inovasi Kreatif

Kompas.com - 02/02/2009, 08:08 WIB

Mundur selangkah untuk maju beribu-ribu langkah. Bahkan, mungkin berlari menuju pasar dunia. Demikian kiat yang kini dipegang oleh pengusaha menghadapi krisis keuangan global yang terjadi saat ini.

Merebut pasar domestik dengan mengembangkan karya-karya kreatif adalah pilihan pada saat pasar dunia lesu. Ini yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Pusaka Iwan Tirta Lidya Kusuma Hendra.

”Bikin keramik itu biasa, tetapi kalau kita mau bikin karya yang kreatif, pasti produknya bisa berdaya jual tinggi. Krisis boleh datang, tetapi kreativitas tidak boleh berhenti,” tuturnya di sela-sela pameran keramik Modang dan Hokokai di Senayan City, Jakarta, Minggu (1/2).

Menghadapi krisis yang menghadang, Lidya tetap tegar. Saat industriawan yang produknya berorientasi ekspor berteriak karena sepinya order, dan melonjaknya harga bahan baku, semangat Lidya untuk mengembangkan produk baru justru menggebu.

Lidya mengangkat batik Indonesia dengan caranya sendiri, yakni dengan mengolaborasikan keindahan batik di atas produk keramik. Untuk sampai pada hasil yang dicapainya saat ini, Lidya rela berhenti sejenak dari target-target pasar. Melupakan sejenak ambisi mengekspor ke pasar Belanda, Perancis, dan Jepang.

Lidya menuturkan, sejak 17 bulan lalu, yaitu sejak pertemuannya dengan Presiden Komisaris PT Panasonic Gobel Rahmat Gobel, dan maestro batik Indonesia Iwan Tirta, serta dukungan Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) di sebuah pameran Inacraft di Jakarta, ia bertekad untuk bekerja lebih keras.

Lidya yang memulai cikal bakal industri keramik miliknya, PT Trimarga Jaya Hutama, mencurahkan perhatiannya untuk memberi nilai tambah pada produknya. Ia bertekad produknya harus memberi makna dan keuntungan yang fantastis.

Pilihannya jatuh pada memberi sentuhan batik pada perangkat makan keramik. Lidya meyakini sentuhan batik akan membuat keramiknya punya nilai tambah tersendiri.

Buat Lidya, bekerja dalam keheningan bersama maestro batik Iwan Tirta punya tantangan tersendiri. Iwan Tirta menggunakan perangkat makan keramik sebagai media kreatifnya.

Bukanlah hal sederhana membuat motif batik menjadi corak indah di atas media keramik. Butuh kerja sama yang kuat antara Lidya dan Iwan Tirta agar karakteristik seni batik Iwan Tirta muncul dengan pas di atas media keramik.

Lidya menuturkan, motif batik membutuhkan penanganan tersendiri. Pemilihan warna, misalnya, harus diperhitungkan dengan cermat, agar saat keramik dimasukkan ke dalam oven pembakaran tidak berubah. Selain itu, menjaga agar kekhasan motif dan warna yang diharapkan Iwan tidak memudar.

Mahakarya hasil kolaborasi itu memang lebih ditujukan untuk para kolektor atau pencinta batik. Tidak semua tenaga kerja yang ada bisa terlibat dalam proses produksinya.

Di pabriknya, di kawasan Karawaci, menurut Lidya, sejumlah tenaga kerja yang sebagian besar perempuan, yang dinilai kreatif, dipercaya menangani pembuatan keramik batik itu.

Karya yang dihasilkan, menurut Lidya, bukan hanya sekadar menjadi barang pajangan atau disimpan untuk koleksi, tetapi juga digunakan. Perangkat makan keramik itu dapat digunakan sebagaimana fungsinya karena ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan.

Untuk menambah nilai karyanya, Lidya tak segan-segan menggunakan emas berkadar 10-12 persen untuk produknya. Misalnya, pada bibir gelas dihias emas yang mirip benang. Kolaborasi Iwan Tirta dan Lidya menghasilkan perangkat makan keramik bermotif batik tradisional yang disebut modang, dan hokokai.

Modang adalah salah satu corak batik Keraton Yogyakarta. Motif ini dipilih karena menjadi ornamen utama motif batik Yogyakarta, yang punya makna simbolis tinggi. Motif modang dapat ditemukan sebagai ornamen hiasan tepi pada pakaian bangsawan, yang disebut dodot.

Ornamen itu berupa lidah api yang disebut cemungkiran, yang maknanya terkait dengan kesaktian dan semangat untuk mendapatkan segala keinginan.

Adapun motif hokokai atau kupu-kupu dari Pekalongan, termasuk batik pesisiran yang kaya warna. Motif ini mengadopsi ragam hias dan warna kimono Jepang. Hokokai adalah sebuah kata dalam bahasa Jepang, yang artinya himpunan kebaktian.

Sentuhan kreatif

Inovasi kreatif di industri keramik Indonesia bukan hanya monopoli Lidya. Seniman keramik Indonesia F Widayanto sudah membuktikan kreativitas dan inovasinya bersama pengusaha Jepang Noriyaki Kobayashi dan Budi Purnomo Otto.

Sentuhan artistik seniman terbukti telah memberi nilai tambah yang fantastis pada produk keramik. Ini diakui Lidya. ”Nilai tambahnya luar biasa. Satu perangkat dinner set yang dirancang untuk 12 orang bisa dijual sekitar Rp 350 juta, berkali-kali lipat produk perangkat makan keramik umumnya. Kerja keras ini membutuhkan ketelatenan dan kesabaran,” katanya.

Istri Wakil Presiden, Mufidah Jusuf Kalla, pun tertarik membawa karya agung keramik batik tersebut ke Amerika Serikat untuk diberikan sebagai cendera mata kepada Presiden AS Barack Obama.

Kini, menurut Lidya, tantangan terberat yang dihadapinya adalah suntikan modal. Ini karena industri kreatif masih dilirik sebelah mata oleh perbankan. Padahal, di saat krisis seperti ini, hanya kreativitas yang bisa menyelamatkan pengusaha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com