Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukhari, Mengembangkan Batik Bakaran

Kompas.com - 22/04/2009, 02:06 WIB

Pada tahun-tahun itu pula Desa Bakaran Wetan krisis generasi pembatik bakaran. Sejak sakit, ibunda Bukhari tak lagi membatik. Bukhari memanfaatkan situasi ”genting” itu dengan mengembangkan batik bersama istrinya.

”Semula saya memproduksi dua kain batik per bulan dan menjualnya di pasar tradisional. Waktu itu harganya masih murah, Rp 3.000-Rp 8.000 per lembar,” ujar Bukhari, generasi kelima pembatik bakaran.

Menurut dia, meski tak selaris saat Juwana menjadi pelabuhan besar pada zaman para kakek-buyut, masyarakat tetap meminati batik bakaran. Bahkan, sejumlah orang yang mengira batik bakaran sudah tak lagi diproduksi mengaku kaget bisa menemukannya.

”Mereka mendatangi rumah saya untuk memesan batik. Dari waktu ke waktu pesanan bertambah sehingga batik bakaran tenar kembali,” katanya.

Agar batik bakaran lebih dikenal luas, Bukhari memberi merek batiknya ”Tjokro”. Ia mengambil nama kakeknya, Turiman Tjokro Satmoko. Alasannya, pada era Tjokro, batik bakaran menjadi komoditas perdagangan di Pelabuhan Juwana dan menjadi tren pakaian para pejabat Kawedanan Juwana.

Tenaga kerja

Lonjakan permintaan pasar pada era 1980-an itu menyebabkan Bukhari menambah tenaga kerja dari dua orang menjadi 20 pembatik. Tenaga pembatik itu berasal dari para ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya.

Menurut Bukhari, para ibu rumah tangga itu tak mempunyai pekerjaan tetap ketika ditinggal suaminya melaut, bertani, atau mburuh di kota-kota lain. Dengan membatik, mereka dapat menambah penghasilan keluarga Rp 15.000-Rp 30.000 per hari.

”Sebagian kecil di antara mereka sudah bisa membatik, sedangkan yang lain harus diajari lebih dulu,” kata penerima penghargaan Byasana Bhakti Upapradana dari Gubernur Jateng pada 1994 ini.

Pada tahun 1998 Bukhari terpaksa menutup usaha batik dan memberhentikan para pekerjanya. Industri rumah tangga batik yang dia kembangkan mulai dari nol itu terkena imbas krisis moneter.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com