Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bung Karno Mendukung Pemassalannya...

Kompas.com - 23/08/2009, 06:11 WIB
 

BENNY DWI KOESTANTO

KOMPAS.com - Polemik berita perihal klaim tari pendet oleh Malaysia terjadi lagi beberapa hari terakhir ini. Warga Indonesia di situs jejaring sosial, seperti Twitter dan Facebook, berusaha ”memagari” tari itu sebagai tarian Tanah Air, khususnya Bali. Seniman Bali pun mendesak pemerintah segera mengajukan nota protes kepada Pemerintah Malaysia yang kekurangan identitas itu....

”Pemerintah jangan abai lagi. Selain menginventarisasi produk kebudayaan Nusantara yang begitu kaya ini, pemerintah harus tanggap dengan aneka pengakuan atau klaim sepihak oleh pihak lain atas produk-produk kebudayaan kita,” kata Ida Ayu Agung Mas, tokoh masyarakat di Bali yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Bali itu, Sabtu (22/8). Ia merujuk kasus-kasus sebelumnya yang menimpa aneka produk kebudayaan, seperti batik, lagu ”Rasa Sayange”, dan reog Ponorogo. Akan tetapi, Manohara kok disia-siakan?

Dua penari cilik dan seorang penari setengah baya menunjukkan aneka gerakan tari pendet di taman Taman Budaya Bali, kemarin. Turut mendampingi Dayu Mas, demikian Ida Ayu Mas biasa dipanggil, sejumlah seniman Bali. Salah satunya adalah seniman yang juga pengajar ISI Denpasar, Prof Wayan Dibia. Mereka mengaku gerah karena tari pendet ikut ditampilkan di iklan program Visit Malaysia 2009 itu.

Dayu Mas menyatakan, dirinya akan mendesak DPD segera mengajukan nota protes ke Malaysia melalui Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. ”Nota protes langsung dikirim via e-mail ataupun faksimile Sabtu ini. Paling tidak, Senin nanti langsung akan ditindaklanjuti secara langsung ke Kedubes Malaysia,” kata Dayu Mas.

Dibia menyatakan, tari pendet adalah kesenian tradisional yang telah menjadi bagian dari tradisi budaya Hindu-Bali sejak ratusan tahun yang lalu. Pada awalnya tarian ini hanya dikenal sebagai tarian religius yang disajikan dalam upacara keagamaan yang berfungsi sebagai tari wali dalam upacara piodalan (Dewa Yadnya) di pura-pura. Tarian biasanya disajikan dalam bentuk berpasangan atau kelompok oleh penari perempuan (anak-anak, remaja, dewasa). Setiap penari membawa mangkok perak (bokor) berisi bunga warna-warni. Pada akhir tarian, para penari menaburkan bunga ke arah penonton, sebagai ungkapan dan ucapan selamat datang. ”Baru pada awal tahun 1950-an, sejumlah koreografer Bali menggubah tari pendet untuk penyambutan wisatawan, disebut Tari Pendet Puja Astuti. Tari pendet itu dapat dikatakan sebagai tari penyambutan tertua di Bali,” kata Dibia.

Tradisi Memendet, menarikan tari pendet, sudah sejak lama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan spiritual masyarakat Hindu di Bali. Hingga kini tarian pendet masih tetap disucikan di Bali dan menjadi salah satu sumber inspirasi bagi penciptaan tari-tarian baru. Di beberapa daerah di Bali juga di kenal tari baris pendet, satu varian tari baris (kelompok) yang dibawakan oleh penari laki-laki.

Salah satu tonggak bersejarah tari pendet adalah penciptaan tari pendet massal tahun 1962 oleh I Wayan Beratha dan kawan-kawan dengan jumlah penari sekitar 800 orang. Tarian itu dipersiapkan untuk upacara pembukaan Asian Games di Jakarta. Presiden Soekarno ketika itu ikut mendorong proses penciptaan tari pendet massal ini. Di masa-masa selanjutnya, publik pun semakin mengenal tari pendet adalah identik dengan tari selamat datang yang menampilkan dara-dara ayu berbusana adat Bali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com