Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tidak Perlihatkan Keberpihakan terhadap Budaya

Kompas.com - 28/08/2009, 21:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Para budayawan memandang keliru penilaian Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik yang mengatakan kurangnya penghargaan dan apresiasi masyarakat terhadap seni budaya Indonesia. Justru, pemerintah dinilai budayawan tidak memperlihatkan keberpihakan yang jelas terhadap budaya tradisi.

Pemerintah harus mendorong dan membantu secara konkret dan berkelanjutan bagaimana tumbuh-berkembangnya kantong-kantong kebudayaan di berbagai daerah. Adalah tanggung jawab pemerintah untuk memberi ruang hidup kepada seni budaya tradisi.

Demikian benang merah yang dikemukakan budayawan Radhar Panca Dahana (Jakarta), Edy Utama (Padang), dan budayawan Suryadi (Belanda), ketika dihubungi Kompas, Jumat (28/8), menanggapi pernyataan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, seperti dimuat Kompas edisi Jumat (28/8), halaman 12.

Radhar mengatakan, indikator yang menyebabkan Jero Wacik berkesimpulan demikian tidak jelas dan tidak terukur. "Seni budaya tradisi mengalami kemajuan yang sangat baik dan juga diapresiasi oleh publik. Hanya apresiasi oleh pemerintah yang kurang, tidak saja terhadap kesenian itu sendiri tetapi juga terhadap pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri," katanya.

Senada dengan itu, Edy Utama menilai pernyataan Jero Wacik tidak sepenuhnya benar. Begitu banyak kegiatan mandiri masyarakat untuk memelihara dan meneruskan tradisi budaya yang mereka wariskan. Justru perhatian dan apresiasi pemerintah yang kurang. "Misalnya seperti di Pariaman, Sumatera Barat, mereka membuat Alek Nagari, yang bisa berlangsung berhari-hari. Itu semua merupakan ekspresi kecintaan mereka terhadap seni budaya tradisi yang mereka warisi. Banyak suku bangsa lain di Indonesia yang berbuat seperti orang Pariaman," katanya mencontohkan.

Suryadi, budayawan Indonesia yang jadi peneliti dan dosen di Leiden University, mengatakan, pemerintah lupa membina berbagai aspek kebudayaan, termasuk kesenian yang berasal dari kita sendiri. "Unsur pemerintah yang terkait dengan pembinaan kebudayaan nasional tidak memiliki visi yang jelas. Tidak mempunyai cetak biru yang implementasinya terlihat dalam praktik. Saya kira harus ada revolusi dalam kementerian kebudayaan dan pariwisata," ungkapnya.

Beban berat

Perkembangan pesat kesenian di Indonesia tidak dibarengi kebijakan yang berpihak kepada seniman. Seniman dengan kreativitas dan kemandiriannya sulit untuk menampilkan karya-karyanya agar bisa diapresiasi masyarakat. Namun, untuk ke arah itu seniman harus memikul beban berat.

Radhar mencontohkan, jika dulu untuk pementasan teater pakai gedung pertunjukan tak bayar, sekarang jangankan untuk pertunjukan, untuk geladi resik saja juga harus bayar. Baliho pertunjukan juga demikian.

Kesenian, seperti seni tari, sastra, teater, dan seni pertunjukan lainnya, selama ini berkembang tanpa keterlibatan pemerintah. Pemerintah seperti melepaskan tanggung jawab konstitusional. Bahkan, seniman dan karyanya lebih banyak dihargai oleh public disbanding dihargai oleh pemerintah.

Bahkan, di Bukittingi, seperti yang sempat dialami Kompas, gara-gara jumlah pengunjung tidak menutup biaya produksi, pertunjukan kesenian tradisional batal dipertunjukkan. "Kita dibebani biaya sewa tempat, bahkan dari tiket pun dibebani pajak. Mestinya, untuk kepentingan pembinaan dan pengembangan kesenian, pemerintah memberikan keringanan, bahkan kalau perlu menyubsidi. Membantu sanggar-sanggar kesenian, yang jelas-jelas peduli kesenian," kata Adek, seniman di Bukittinggi.

Edy Utama mengatakan, pemerintah tidak memperlihatkan keberpihakan yang jelas terhadap budaya tradisi. Pemerintah juga belum memiliki strategi untuk mengembangkan budaya tradisi yang kita miliki. Karena itu, kalau ada penilaian bahwa seni budaya tidak berkembang secara baik, terutama pada generasi mudanya, mungkin ini salah satu kendalanya.

Meskipun banyak program yang mereka lakukan atas nama budaya tradisi, hal itu mereka kemas menurut selera birokrasi sehingga budaya tradisi itu selalu mereka kreasikan dan pengelolaannya diserahkan kepada institusi baru seperti sanggar. Sementara pelaku dan pemilik budaya tradisi seperti seniman tradisional tetap saja ditinggalkan. "Akibatnya, semangat budaya yang dimiliki masyarakat kadang-kadang juga ikut melemah. Begitu juga dengan industri budaya yang dikembangkan, juga tidak memberikan ruang pada pelaku budaya tradisi itu sendiri," paparnya.

Lantas apa yang perlu dilakukan pemerintah? Menurut Edy Utama, pemerintah harus mendorong dan membantu secara konkret dan berkelanjutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kantong-kantong budaya tradisi yang ada di dalam masyarakat. Di kantong-kantong inilah budaya tradisi itu dikelola.

"Bayangkan kalau kegiatan-kegiatan kesenian dikelola secara otonom oleh masyarakat di setiap desa atau nagari, atau lagai di Mentawai, misalnya, dan ini difasilitasi secara baik oleh pemerintah, saya yakin budaya tradisi itu akan bergairah kembali dan akan diapresiasi oleh masyarakat," tambahnya.

Untuk itu, menurut Edy Utama, yang mantan Ketua Dewan Kesenian Sumatera Barat, itu pemerintah harus melepaskan paradigma berpikir mereka yang bersifat sentralistik dalam pengelolaan budaya tradisi, terutama dalam membuat event-event budaya tradisi itu sendiri. Seharusnya program-program budaya tradisi seperti festival atau pekan budaya yang banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia harus diturunkan menjadi kegiatan masyarakat dan menjadikan kantong-kantong budaya tersebut sebagai tempat wadah kegiatannya.

Jadi harus menggeser paradigmanya dari sentralisasi menjadi desentralisasi kebudayaan sehingga pemilik budaya tradisi tidak lagi menjadi obyek, tetapi subyek dari kegiatan tersebut.

Sementara itu, menurut Suryadi, pemerintah membina ruang-ruang publik di mana seni budaya dapat dipertunjukkan oleh pendukungnya. Dengan cara begitu, secara langsung atau tidak langsung, masyarakat akan tertarik mengapresiasi seni budaya sendiri.

Di Kota Jakarta yang metropolis ini, misalnya, sulit ditemukan ruang-ruang publik tempat pertunjukan rakyat bisa ditampilkan. Ruang-ruang publik sudah diokupasi oleh kapitalis pemodal untuk mendirikan gedung-gedung dan mal-mal. "Dulu di zaman kolonial ada alun-alun kota tempat banyak kelompok seniman tradisi dapat mempertunjukkan berbagai macam kesenian," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Intip 'Modern'-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

Intip "Modern"-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

Whats New
IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

Whats New
Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

BrandzView
KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

Whats New
Namanya 'Diposting' Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

Namanya "Diposting" Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

Whats New
Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

Whats New
Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

Whats New
Strategi Bisnis Bank Jatim di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi

Strategi Bisnis Bank Jatim di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi

Whats New
Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dari Perusahaan Jasa Titipan

Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dari Perusahaan Jasa Titipan

Whats New
Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
BKKBN Sosialisasi Cegah 'Stunting' melalui Tradisi dan Kearifan Lokal 'Mitoni'

BKKBN Sosialisasi Cegah "Stunting" melalui Tradisi dan Kearifan Lokal "Mitoni"

Whats New
Cara Membuat CV agar Dilirik HRD

Cara Membuat CV agar Dilirik HRD

Work Smart
Tumbuh 22,1 Persen, Realisasi Investasi RI Kuartal I 2024 Capai Rp 401,5 Triliun

Tumbuh 22,1 Persen, Realisasi Investasi RI Kuartal I 2024 Capai Rp 401,5 Triliun

Whats New
Cara Menjawab 'Apakah Ada Pertanyaan?' Saat Wawancara Kerja

Cara Menjawab "Apakah Ada Pertanyaan?" Saat Wawancara Kerja

Work Smart
Mandiri Capital Indonesia Siap Jajaki Pasar Regional dan Global

Mandiri Capital Indonesia Siap Jajaki Pasar Regional dan Global

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com