Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surfing the New Wave: The How Question

Kompas.com - 03/11/2009, 11:42 WIB

KOMPAS.com - Kita telah tiba di bagian ketiga dari kumpulan artikel seri Surfing the New Wave Marketing ini. Pada bagian pertama, kami menjelaskan “The Why” tentang bagaimana caranya kita bisa sampai ke era yang baru ini, terutama dengan tren-tren yang membuat segalanya menjadi horizontal. Di bagian kedua yang telah kita bahas selama beberapa minggu belakangan, kami menjelaskan tentang “The What” apa itu New Wave Marketing, lengkap dengan perubahan praktek 9 elemen pemasaran menjadi 12C.

Peralihan dari 9 elemen pemasaran (legacy) menjadi 12C pemasaran (new wave) memberikan gambaran yang menyeluruh bahwa praktek pemasaran sudah bukan seperti yang dulu lagi, karena pemasaran masa kini dimulai dari langkah ‘C’ pertama yaitu Communitization sampai ‘C’ terakhir dalam 12C yaitu Collaboration.

Di bagian ketiga ini, (“the how”), kami ingin membawa ke level yang lebih dalam lagi. Di sini kami akan membahas dua hal yang sangat penting bagi pemasar yang ingin bergerak dari legacy ke new wave.

Sub-bagian pertama adalah mengenai implikasi penting dari peralihan legacy ke new wave, terhadap tiga tugas utama pemasar. Bagaimana pemasar me-manage tiga tugas utamanya yaitu mengelola pelanggan, produk, dan brand-nya harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip 12C pemasaran New Wave. Tiga tugas utama di era New Wave, yang kami sebut sebagai Marketing Trilogy ini adalah pertama, pengelolaan pelanggan dengan menggunakan komunitas. Kedua, karena basisnya komunitas, maka pengelolaan produk yang berorientasi dengan co-creation menjadi tugas bagi pemasar di era New Wave. Ketiga, karena harus menunjukan kehorisontalan dan sisi yang humanisnya, pengelolaan brand di era New Wave ini harus berbasis pada pembangunan karakter yang horizontal dan humanis pula.

Sub-bagian kedua akan membahas tentang implementasi dari 12C lewat konektor. Jika kita perhatikan bersama, yang menjadi sentral dari era New Wave ini adalah peranan konektor. Segala elemen dari 12C, mulai dari communitization, confirmation, clarification, codification, co-creation, currency, communal activation, conversation, commercialization, character, caring, dan collaboration, sangat memungkinkan untuk dilakukan karena adanya konektor yang ada di dunia offline dan online, mulai dari konektor eksperiensial, kontektor mobile, dan konektor sosial.

Di era New Wave ini, kata Connect menjadi begitu sakti. Kenapa? Pertama, seperti yang diceritakan sebelumnya mengenai Bill Gates dalam bukunya Business @ The Speed of Thought, jika Anda tidak konek ke landscape, Anda akan mati ditelan jaman. 

Kedua, praktek pemasaran tidak akan ada gunanya alias meaningless bagi pelanggan apabila Anda tidak dapat connect ke mind, heart, dan spirit mereka. Kebanyakan kasus yang sudah kita bahas dalam artikel-artikel sebelumnya, sekiranya menggambarkan bahwa mereka yang sukses dalam mempraktekan 12C adalah mereka yang berhasil untuk membuat pelanggan mereka terwah-wah sampai mengatakan “ini gue banget.”

Pada dasarnya si pelanggan bisa terhubung dengan karakter brand-nya itu secara komprehensif, merasuk kedalam pikiran, hati, dan jiwanya. Pelanggan melihat praktek pemasaran seperti itu adalah sangat berarti alias meaningful bagi mereka, bukan meaningful bagi para pemasarnya sendiri. Kata kuncinya di sini adalah Connect. Jika tidak terhubung ke otak, hati, dan jiwa, praktek pemasaran Anda bisa diterima dengan sangat meaningful oleh pelanggan.

Ketiga, jika Anda tidak berhasil untuk mengkonek pelanggan satu ke pelanggan yang lain, maka tujuan low-budget high impact dari praktek pemasaran yang berlandaskan 12C bisa dibilang gagal untuk diraih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com