Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Pilih Jembatan di Selat Sunda

Kompas.com - 18/11/2009, 05:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menolak opsi pembangunan terowongan dan memilih jembatan untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera melintasi Selat Sunda. Indonesia dinilai sudah memiliki teknologi yang lebih maju dalam membangun jembatan ketimbang terowongan.

”Dalam rapat kami putuskan adalah jembatan bukan terowongan,” ujar Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dargak di Jakarta, Selasa (17/11), seusai menghadiri Rapat Koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Rapat dihadiri juga oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, dan Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi.

Menurut Hermanto, opsi jembatan menjadi pilihan karena kondisi alam di selat Sunda yang berpalung-palung dalam. Beberapa palung punya kedalamannya lebih dari 150 meter.

”Begitu juga aspek keselamatan, misalnya gempa bumi atau kebakaran, sudah menjadi pertimbangan. Opsi jembatan lebih menguntungkan,” ujarnya.

Opsi terowongan ditolak karena konsep pengangkutan mobil menggunakan kereta. Akibatnya, kapasitasnya akan sama dengan daya angkut kereta sehingga tidak efisien dan sangat terbatas.

”Namun untuk jembatan, kapasitasnya bisa maksimal, mobil dan kereta bisa bersamaan menyeberangi jambatan. Selain itu, dengan adanya jembatan, Indonesia akan memiliki landmark (simbol kebanggaan). Yang penting teknologinya memungkinkan lagi,” ujar Hermanto.

Setelah membentuk Tim Nasional Pembangunan Jembatan Selat Sunda yang dipimpin Hatta Rajasa, pemerintah juga akan membentuk tiga kelompok kerja (pokja). Pertama, pokja teknis, yang menentukan desain yang mengikuti kondisi dasar lautan, aspek angin, hingga gempa.

Kedua, pokja pengembangan wilayah dan lingkungan. Ketiga, pokja ekonomi agar layak secara finansial dan kelembagaannya.

Pemerintah mengantongi lima desain pembangunan jalan akses yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera. Itu termasuk alternatif akses berupa terowongan dasar laut atau terapung, seperti terowongan antara Inggris dan Perancis saat ini.

Jika opsi terowongan, nilai investasinya lebih dari Rp 49 triliun, tetapi waktu pemakaiannya singkat, sekitar 20 tahun. Adapun opsi jembatan butuh investasi hingga Rp 117 triliun, tetapi sanggup menampung lonjakan kendaraan hingga 100 tahun.

Dalam Paparan Direktorat Bina Teknik Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum yang disampaikan kepada wakil presiden terpilih Boediono pada awal pekan lalu disebutkan, pada tahun 2050 akan ada 57.600 kendaraan per hari yang tidak tertampung, jika Sumatera-Jawa bergantung feri. Karena kapasitas maksimal feri saat ini hanya 18.000 kendaraan per hari.

Jika dikombinasikan antara feri dan terowongan, masih ada 32.900-49.500 kendaraan per hari tidak tertampung tahun 2050. Kapasitas maksimal feri dan terowongan hanya 16.600-33.200 kendaraan per hari.

Jembatan jadi pilihan karena bisa menampung semua kendaraan hingga 100 tahun sejak jembatan siap tahun 2030. (OIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com