Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komoditas Perikanan Budidaya Punya Lima Unggulan

Kompas.com - 08/01/2010, 20:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menargetkan produksi lima komoditas perikanan budidaya, yakni rumput laut, lele, patin, bandeng, dan kerapu mampu menjadi yang terbesar di dunia pada 2014.
   
Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Made L Nurjana di Jakarta, Jumat (8/1/2010) mengatakan, komoditas tersebut sangat berpeluang untuk ditingkatkan mengingat potensi lahan yang tersedia sangat besar.
   
Selain itu, tambahnya, teknologi budidaya mudah dan sudah dikuasai masyarakat serta permintaan di pasar yang cukup besar. "Melihat kondisi tersebut jelas ini merupakan peluang untuk menjadi produsen rumput laut, lele, patin, bandeng dan kerapu nomor satu di dunia," katanya.
   
Menurut dia, untuk mencapai target produksi tersebut akan dilakukan dua program yakni ekstensifikasi atau memperluas dan atau menambah unit usaha budidaya. Selain itu,  melalui intensifikasi atau peningkatan jumlah produksi melalui penambahan jumlah setiap unit usaha budidaya.
   
Made mengungkapkan komoditas rumput laut pada 2014 ditargetkan mencapai 10 juta ton atau naik 363 persen dari 2009 yang hanya 2,6 juta ton. Dikatakannya, pengembangan rumput laut tersebut didukung potensi lahan di teluk dan perairan pantai Indonesia yang masih sangat luas yakni 4,5 juta ha. "Padahal untuk mencapai produksi 10 juta ton tersebut hanya diperlukan lahan seluas 100 ribu ha," katanya.
   
Sedangkan lele pada 2014 ditargetkan mampu diproduksi sebanyak 900 ribu ton atau meningkat 450 persen dari produksi 2009 sebanyak 200 ribu ton. "Pada tahun ini lela akan dikembangkan di seluruh Indonesia," katanya.
   
Begitu juga, produksi ikan patin selama lima tahun mendatang diproyeksikan naik dari 132.600 ton pada 2009 menjadi 1,88 juta ton atau 1.420 persen.
   
Seperti halnya rumput laut, tambahnya, lahan untuk pengembangan budidaya patin juga masih sangat potensial di Indonesia terutama di perairan umum seperti danau, waduk maupun sungai atau air yang mengalir. "Budidaya ikan patin juga bisa dikembangkan dengan memanfaatkan lahan-lahan tidur seperti di Jambi dan Sumatera Selatan sehingga tidak mengganggu sektor pertanian," katanya.
   
Selain itu, menurut Made, harga ikan patin lebih murah yakni separuh dari daging ayam sehingga akan terjangkau bagi masyarakat bawah yang ingin mengkonsumsi protein hewani. 
   
Sementara itu menyinggung produksi bandeng, Dirjen mengungkapkan, ditargetkan naik 240 persen yakni  dari 291.300 ton tahun lalu menjadi 700.000 ton pada 2014 sementara ikan kerapu diharapkan meningkat dari 5.300 ton menjadi 20.000 ton selama lima tahun mendatang.
   
Dia mengakui, untuk bandeng, saat ini produsen yang terbesar di dunia masih dipegang Filipina. Namun, negara tersebut masih mengimpor nener atau benih bandeng dari Indonesia mencapai 400 juta ekor per tahun.
   
Begitu juga kerapu. Kini negara produsen di dunia yakni Malaysia dan Vietnam, namun keduanya mendatangkan benih dari Indonesia. "Oleh karena itu kita optimistis mampu menjadi produsen bandeng dan kerapu terbesar di dunia," katanya.
   
Menyinggung investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan perikanan budidaya tersebut Made mengatakan, pada 2010 sekitar Rp 5,0 triliun dan pada 2014 mencapai Rp 12,68 triliun atau rata-rata meningkat 20 persen per tahun.
   
Investasi sebanyak itu selain untuk kelima komoditas tersebut juga bagi nila, udang, ikan mas, gurame, kakap dan komoditas lainnya. "Nantinya investasi tersebut tidak hanya dari pemerintah, namun juga berasal dari masyarakat," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com