Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Ulang Tahun Ke-6 Bus Transjakarta ...

Kompas.com - 15/01/2010, 13:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Maksud Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada enam tahun lalu untuk mengurangi tingkat kemacetan melalui bus transjakarta sepertinya belum membuahkan hasil.

Dengan adanya bus transjakarta, masyarakat tadinya diharapkan akan beralih dari kendaraan pribadi ke bus transjakarta. Namun, ternyata harapan itu belum sepenuhnya terwujud.

Tepat di tanggal 15 Januari 2004, Transjakarta Busway diluncurkan perdana. Ketika itu masyarakat Jakarta tampak antusias dan berharap besar bus transjakarta mampu mengurangi angka kemacetan di Jakarta.

Nyatanya, sampai di usianya yang ke-6 hari ini, pelayanan bus transjakarta jauh dari yang diharapkan. Masalah-masalah terkait manajemen dan infrastruktur yang buruk kian mengimpit moda transportasi modern warga Jakarta ini.

Menurut peneliti dari Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro, di usianya yang ke-6, bus transjakarta justru mengalami kemunduran. Hal tersebut dilontarkannya, Kamis (14/1/2010), dalam jumpa pers, di Jakarta.

Indikator-indikator kemunduran itu terkait dengan masih lamanya jeda waktu kedatangan antara bus yang satu dengan yang lain, belum sterilnya jalur bus transjakarta, hingga masalah keamanan dan keselamatan.

Berdasarkan data olahan Instran, jeda waktu rata-rata kedatangan antarbus di atas 5 menit. Jeda waktu tersebut berbeda di setiap koridor. Pada Januari 2009, di Koridor 3 dan 4, rata-rata jeda tunggu di atas 9 menit, sementara di Koridor 8 jeda tunggu rata-ratanya di atas 13 menit.

Jeda tunggu terlama pun bervariasi antara 9 dan 42 menit. Keadaan diperparah dengan jalur bus transjakarta yang belum steril dari kendaraan lain. Hal tersebut dapat memicu kemacetan atau yang lebih parah bisa menimbulkan kecelakaan.

"Di beberapa ruas di Koridor 1 dan ada sedikit di Koridor 6 di Rasuna Said, masyarakat sudah sadar tidak akan masuk jalur busway meskipun di saat tidak dijaga, tapi sayangnya di daerah-daerah lain belum," kata Izzul Waro.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, kemacetan parah biasa terjadi di Koridor 7, yaitu dari Kampung Melayu hingga Kampung Rambutan. Kemacetan biasa terjadi karena banyak angkutan umum dan kendaraan pribadi yang melintas di jalur bus transjakarta, terutama di lintasan Pasar Kramat Jati.

"Yang baru dikatakan steril baru Koridor 1," katanya.

Kekecewaan masyarakat terhadap pelayanan bus transjakarta juga diikuti dengan belum rampungnya Koridor 9 dan 10 yang sudah disiapkan sejak dua tahun belakangan. Setiap sore, misalnya, di selter Dukuh Atas dan Senen, antrean penumpang terurai panjang hingga beberapa meter menunggu bus transjakarta. Belum lagi desak-desakan antarpenumpang ketika memasuki bus.

"Kalau busnya lancar, tepat waktu, antrean panjang di Dukuh Atas dan Senen enggak akan terjadi, kalau jalurnya steril," ungkap Izzul.

Elektronisasi tiket, menurut Izzul, juga harus dilakukan di semua koridor untuk mencegah timbulnya kecurigaan kebocoran karena lemahnya proses pengawasan dan verifikasi.

Kenyamanan bus transjakarta rupanya belum diikuti perbaikan di sana-sini. Jika semua infrastruktur dan manajemen diperbaiki, bukan tak mungkin bus transjakarta akan menjadi moda transportasi unggulan, dan masyarakat dapat meninggalkan kendaraan pribadi mereka guna beralih ke bus transjakarta.

Terkait soal rencana kenaikan tarif, studi yang pernah dilakukan Instran bersama YLKI pada tahun 2008 menyimpulkan, pada dasarnya masyarakat tidak keberatan akan rencana tersebut. Namun, diperlukan pembenahan pelayanan terlebih dahulu.

"Kenaikan itu bisa ditoleransi asal pelayanannya bisa dijamin," tegas Izzul. Selama ini, lanjut dia, kenaikan tarif yang diperlukan selalu menjadi kambing hitam terkait pelayanan bus transjakarta yang buruk.

"Padahal, kalau mau dibedah beneran, busway ini kan omzetnya bisa mencapai Rp 700 miliar per tahun, untuk bisnis sebesar itu, kami menilai manajemennya masih jauh dari layaknya manajemen profesional sebuah perusahaan," kata Izzul.

Banyak hal sebenarnya bisa diefisiensikan tanpa mengurangi pelayanan kepada masyarakat. Izzul menambahkan, misalnya, banyaknya empty kilometer ditengarai menimbulkan pemborosan hingga Rp 30 miliar per tahun.

Walau begitu, minat masyarakat terhadap bus transjakarta terlihat masih signifikan sekalipun terjadi fluktuasi jumlah penumpang pada enam bulan terakhir. Antrean penumpang hampir di sepanjang hari menunjukkan masyarakat masih memerlukan bus transjakarta dan tentu menaruh harapan besar untuk peningkatan pelayanannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com