JAKARTA, KOMPAS.com – Enam bisnis waralaba asal China menunda rencana bisnisnya di Indonesia lantaran beberapa kendala di Indonesia, mulai dari kendala birokrasi hingga politik. Sektor-sektor yang mereka bidik, yaitu minimarket atau ritel, klinik obat-obatan alami atau herbal, jaringan rumah sakit, serta makanan dan pendidikan.
Pertama, mereka menunggu perkembangan penyelesaian kasus Bank Century lantaran khawatir hasil akhir proses penyelesaian kasus Bank Century mengubah tatanan politik Indonesia.
Kedua, selain alasan politis, mereka juga tengah mencermati sikap Dinas Perdagangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang belum menerbitkan 800 izin usaha minimarket di Ibu Kota. Dus, pebisnis yang ingin terjun di sektor tersebut pun memilih untuk menunggu.
”Bahkan, untuk bisnis herbal, sudah ada dua pebisnis yang menyatakan minatnya,” kata Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) Amir Karamoy, Minggu (28/2).
Ketiga, mereka juga masih menanti penerbitan regulasi baru yang berkaitan dengan investasi asing, seperti daftar negatif investasi (DNI), serta rencana pemberian tax holiday. ”Kalau regulasi yang sudah ada, misalkan SNI dan sertifikasi halal, mereka siap ikuti. Cuma masih menunggu kejelasan dari regulasi yang baru,” tutur Amir.
Sayangnya, Amir enggan membeberkan detail rencana ekspansi pebisnis dari Negeri Panda itu. ”Berapa nilainya saya belum bisa bilang. Yang pasti itu sangat besar,” ungkapnya.
Investasi sangat penting bagi penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat Indonesia. Dus, semua regulasi terkait dengan investasi, termasuk waralaba asing, harus diatur dengan jelas dan memberikan kepastian hukum.
”Regulasi memang penting untuk melindungi industri dalam negeri, tetapi harus memberikan kejelasan bagi investor. Baik regulasi pusat maupun daerah,” ujar Ketua Bidang Organisasi, Pembinaan Daerah, dan Hubungan Masyarakat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit.
Berkaitan dengan sektor ritel, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Pudjianto menilai, regulasi yang berlaku saat ini sudah tepat dalam mengatur pertumbuhan bisnis tersebut, termasuk soal keharusan joint venture bagi investor asing.
Hanya saja, Pudjianto menyarankan, pemerintah perlu memberikan banyak dukungan bagi peritel lokal dalam format kecil alias minimarket pada era perdagangan bebas ini. Soalnya, peritel lokal pemilik jaringan minimarket bakal sulit bersaing dengan peritel asing yang memiliki modal kerja besar, teknologi mutakhir, serta dukungan jaringan internasional.
”Jadi, pemerintah perlu memberikan kemudahan bagi peritel lokal untuk mengembangkan bisnisnya. Apa jadinya kalau produk dan distribusi barang dikuasai asing?” katanya. (Raymond Reynaldi/Kontan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.