Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengandung Formalin, Impor Ikan Diperketat

Kompas.com - 10/03/2010, 22:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP) akan memperketat masuknya ikan impor ke Indonesia menyusul ditemukannya ikan impor yang terindikasi melanggar aturan. Pelanggaran yang ditemukan, ikan impor itu mengandung bahan berbahaya pengawet.

”Dari informasi di beberapa daerah, ikan impor yg beredar ditemukan mengandung bahan pengawet terlarang seperti formalin,” kata Direktur Pemasaran Luar Negeri, KKP, Saud P Hutagalung kepada KONTAN, Selasa malam (9/3/2010). Saud bilang, harga ikan impor tersebut bahkan lebih murah dibandingkan harga ikan lokal.

Jumlah impor ikan beku akhir-akhir ini meningkat hingga 120 persen. Namun tidak sebanyak impor ikan dalam bentuk tepung ikan yang digunakan untuk pakan ikan budidaya. ”Untuk itu kami akan bekerjasama dengan pihak terkait untuk memperketat pengaturan dan pengawasan impor perikanan,” jelas Saud.

Selain masalah harga dan penggunaan bahan berbahaya, KKP juga menemukan adanya pelanggaran dalam pemberian label ikan. Pemberian label yang tidak sesuai dengan produk tersebut menurut Saud berpotensi juga menyesatkan konsumen.

Contohnya, KKP menemukan ikan jenis Dori yang memiliki daging berwarna putih dan dijual seharga Rp 9.000 per kg. Setelah diteliti, ikan Dori tersebut adalah ikan jenis patin, namun labelnya menyatakan itu ikan Dori. ”Ini masuk kategori penipuan dagang karena ada penipuan label yang tidak sesuai,” kata Saud.

Tidak hanya itu, kandungan air pada ikan Dori tersebut juga tidak sesuai dengan persyaratan yang ada di KKP. Menurut Suad, standar toleransi kadar air pada ikan hanya 20 persen, namun dari temuan KKP kandungan airnya mencapai 35 - 40 persen. ”Kami akan perketat dengan mengacu standar mutu internasional (codex allimentarius),” ungkap Saud.

Pengetatan impor ikan ini akan dituangkan dalam aturan yang akan terbit di KKP. Aturan tersebut akan membuat sistem jaminan mutu dan keamanan bahan konsumsi berbasis perikanan. Yang akan diatur ialah sejumlah persyaratan bagi importir, persyaratan produk dan kewajiban untuk uji mutu di pelabuhan pintu masuk.

Aturan bagi importir itu diantaranya surat ijin usaha, NPWP, syarat teknis berupa unit pengolahan ikan (UPI), sertifikat kelayakan pengolahan (SKP)dan menerapkan sistem jaminan mutu (HACCP). Untuk persyaratan produk, memiliki sertifikat kesehatan aman dikonsumsi dan bebas penyakit juga pelabelan yang sesuai (proper labelling) dan standar nkadar air maksimal 20 persen.

Sedangkan untuk ketentuan impor di pintu pelabuhan saat ini sedang disusun oleh KKP bersama dengan Ditjen Bea dan Cukai dan Kementerian Perdagangan. ”Kami sedang finalisasi regulasi pengendalian impor ini dgn melibatkan instansi terkait,” jelas Saud.

Ady Surya, Direktur Nelayan Centre menyambut baik rencana pemerintah untuk memperketat pengawasan mutu terhadap ikan yang masuk ke Indonesia. Menurutnya, ikan yang masuk ke negeri ini harus aman dikonsumsi. ”Harus ada jaminan keamanan ikan yang dikonsumsi di dalam negeri,” jelasnya.

Namun dirinya tidak sepakat jika pemerintah melarang impor ikan, karena pada masa tertentu akan ada musim panceklik di dalam negeri. Namun disisi lain ada juga waktu dimana Indonesia akan kelebihan suplai. ”Ada sekitar 3 bulan musim angin barat dan suplai ikan dari dalam negeri berkurang,” jelas Ady.

Saat suplai ikan dari dalam negeri berkurang, maka industri pengalengan ikan akan mendapatkan suplai ikan dari berbagai negara seperti China, Vietnam dan Pakistan. Ady bilang, impor ikan masih diperlukan saat suplai ikan di dalam negeri berkurang. (Asnil Bambani Amri/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indofarma Hadapi Masalah Keuangan, Erick Thohir: Kalau Ada Penyelewengan Kami Bawa ke Kejagung

Indofarma Hadapi Masalah Keuangan, Erick Thohir: Kalau Ada Penyelewengan Kami Bawa ke Kejagung

Whats New
5 Tips Mengerjakan Psikotes Gambar Orang

5 Tips Mengerjakan Psikotes Gambar Orang

Work Smart
Bank Mandiri Imbau Nasabah Hati-hati Terhadap Modus Penipuan Berkedok Undian Berhadiah

Bank Mandiri Imbau Nasabah Hati-hati Terhadap Modus Penipuan Berkedok Undian Berhadiah

Whats New
IHSG Turun Tipis di Awal Sesi, Rupiah Dekati Level Rp 16.000

IHSG Turun Tipis di Awal Sesi, Rupiah Dekati Level Rp 16.000

Whats New
Berapa Denda Telat Bayar Listrik? Ini Daftarnya

Berapa Denda Telat Bayar Listrik? Ini Daftarnya

Whats New
Detail Harga Emas Antam Senin 6 Mei 2024, Turun Rp 3.000

Detail Harga Emas Antam Senin 6 Mei 2024, Turun Rp 3.000

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 6 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 6 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Bappeda DKI Jakarta Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Bappeda DKI Jakarta Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Transfer Pengetahuan dari Merger TikTok Shop dan Tokopedia Bisa Percepat Digitalisasi UMKM

Transfer Pengetahuan dari Merger TikTok Shop dan Tokopedia Bisa Percepat Digitalisasi UMKM

Whats New
Harga Bahan Pokok Senin 6 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Senin 6 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
IHSG Diperkirakan Melaju, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diperkirakan Melaju, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Kesenjangan Konsumsi Pangan dan Program Makan Siang Gratis

Kesenjangan Konsumsi Pangan dan Program Makan Siang Gratis

Whats New
Lowongan Kerja Anak Usaha Pertamina untuk S1 Semua Jurusan, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Lowongan Kerja Anak Usaha Pertamina untuk S1 Semua Jurusan, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Erick Thohir: 82 Proyek Strategis BUMN Rampung, tapi Satu Proyek Sulit Diselesaikan

Erick Thohir: 82 Proyek Strategis BUMN Rampung, tapi Satu Proyek Sulit Diselesaikan

Whats New
Ketika Pajak Warisan Jadi Polemik di India

Ketika Pajak Warisan Jadi Polemik di India

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com