Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY: Bersihkan Pajak

Kompas.com - 22/04/2010, 04:23 WIB

Tampaksiring, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan perlunya dilakukan penataan ulang atau disebutkannya sebagai ”pembersihan” pada Direktorat Jenderal Pajak untuk menekan besarnya kebocoran penerimaan negara.

Presiden mengungkapkan hal itu ketika menutup Rapat Kerja Kabinet Indonesia Bersatu II dengan para gubernur, ketua DPRD provinsi se-Indonesia, para pimpinan lembaga pemerintahan nondepartemen, direktur utama BUMN, dan komponen masyarakat lainnya di Istana Tampaksiring, Bali, Rabu (21/4).

”Saatnya kita melakukan pembersihan dan penertiban menyeluruh di jajaran pajak. Saya sedang memikirkan cara-cara untuk itu,” ujar Presiden.

Presiden menyatakan, sistem perekrutan pegawai pajak juga perlu diubah. Melalui sistem seleksi yang baru, diharapkan akan didapat petugas pajak yang benar-benar mampu mengamankan penerimaan negara dan menghindarkan dari kebocoran.

Presiden mengingatkan, pemerintah telah bertekad untuk mengurangi ketergantungan pada pembiayaan internasional dan menekan utang luar negeri.

”Saya akan segera instruksikan kepada Menteri Keuangan untuk penataan, penertiban, dan pembersihan tertentu yang diperlukan agar tidak sia-sia kita bekerja siang dan malam dan berteriak kurangnya sumber pembiayaan, tetapi masih terjadi kebocoran di mana-mana dan jumlahnya spektakuler,” ujar Presiden.

Dari Aceh dilaporkan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) akhirnya menyerahkan kasus dugaan penggelapan pajak senilai lebih dari Rp 51 miliar di Pemerintah Kabupaten Bireuen kepada Kepolisian Daerah NAD.

Kanwil Pajak mensinyalir praktik penggelapan ini sudah berlangsung satu dekade terakhir dan terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Diduga, ratusan miliar uang pajak negara menguap.

Kepala Kanwil Ditjen Pajak Provinsi NAD Muhammad Haniv, dihubungi dari Banda Aceh, Rabu, mengatakan, pihaknya tidak mungkin melakukan tindakan persuasif karena yang bersangkutan tidak mau bekerja sama mengembalikan uang yang telah digelapkannya. (mhd/day)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com