Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilarang Impor Sapi

Kompas.com - 03/06/2010, 03:12 WIB

Jakarta, Kompas - Importir sapi PT Sasongko Prima tidak mendapat izin mengimpor sapi bakalan selama enam bulan, terhitung per 1 Juni 2010. Hal itu merupakan sanksi yang diberikan Kementerian Pertanian terhadap perusahaan tersebut karena telah mengimpor sapi dari Australia secara ilegal.

Kementerian Pertanian juga memerintahkan agar PT Sasongko Prima melakukan reekspor 2.156 ekor sapi bakalan eks Australia yang masuk ke Indonesia secara ilegal itu.

Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Tjeppy D Soedjana dalam konferensi pers bersama Kepala Badan Karantina Pertanian Hari Priyono di Jakarta, Rabu (2/6), menyatakan, dari audit investigasi yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian ditemukan pelanggaran dokumen surat persetujuan pemasukan (SPP) sapi impor oleh importir.

”Saat memasukkan sapi itu importir menggunakan SPP impor yang berlaku sampai 30 April 2010,” kata Tjeppy.

Padahal, lanjut Tjeppy, pengapalan sapi dari Australia itu dilakukan 18 Mei 2010. Hasil audit tersebut telah dilaporkan ke Menteri Pertanian pada 27 Mei.

Berdasarkan hasil audit dan Peraturan Menteri Pertanian No 7/2008, Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan menerbitkan surat No 01011/2010 tanggal 1 Juni, yang menetapkan larangan sapi impor ilegal.

PT Sasongko Prima telah memasukkan sapi secara ilegal ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, sebanyak 2.156 ekor. Dari jumlah tersebut, satu ekor mati dan dua ekor lemah sehingga tidak diturunkan. Saat ini sapi-sapi itu ditempatkan di Instalasi Karantina Hewan Sementara di Sukabumi, Bekasi, dan Subang, Jawa Barat.

Hari menegaskan, Badan Karantina Pertanian tidak akan melepaskan sapi-sapi yang diimpor secara ilegal itu untuk direekspor bila negara tujuan reekspor tidak jelas.

Dia menjelaskan, setelah negara tujuan ditetapkan, baru importir menjadwalkan pengapalan. ”Selanjutnya, tinggal menetapkan tanggal waktu reekspor dengan tenggat waktu tertentu,” kata dia.

Menanggapi kemungkinan ada pengajuan perpanjangan SPP saat sapi-sapi dari Australia dalam perjalanan menuju Indonesia, Direktur Budidaya Ternak Ruminansia Kementerian Pertanian Fauzi Luthan menegaskan, tidak ada permohonan pengajuan perpanjangan SPP.

”Baik saat dalam perjalanan maupun sebelum pengapalan tanggal 18 Mei,” ujar Fauzi.

Tjeppy menegaskan, di masa datang, sanksi lebih tegas akan diberikan kepada para importir yang memasukkan sapi bakalan, daging, dan jeroan impor secara ilegal. Sanksi itu berupa pemberian rekomendasi pencabutan izin usaha dan sanksi hukum.

Ditjen Peternakan pada 20 Januari 2010 mengeluarkan surat edaran penghentian sementara pengeluaran SPP. Hal ini untuk mengantisipasi kelebihan pasokan sapi bakalan impor, yang berdampak pada turunnya harga sapi potong lokal.

Namun, sejak 25 Maret 2010 SPP impor sapi bakalan dikeluarkan lagi. Sepanjang Januari-Mei 2010 SPP yang telah diterbitkan untuk 319.408 ekor sapi, tetapi realisasinya 222.006 ekor. Impor sapi bakalan berkisar 650.000 ekor.

Adapun pada 2009, Ditjen Peternakan mengeluarkan izin impor untuk 1.118.672 ekor sapi, Realisasinya hanya 765.487 ekor.

Impor daging

Menurut Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Turni Rusli Syamsuddin, hingga Mei 2010 telah diterbitkan SPP untuk impor daging dan jeroan sapi sebanyak 100.000 ton. Akan tetapi, realisasi impor baru 24.000 ton.

Masa berlaku SPP impor daging dan jeroan sapi selama enam bulan, terhitung sejak 1 Januari hingga 31 Juni 2010. Selanjutnya SPP termin kedua mulai 1 Juli sampai 31 Desember 2010.

”Bila sampai 31 Juni realisasi impor belum mencapai jumlah impor yang diizinkan dalam SPP, izin tidak berlaku lagi. Importir harus kembali mengajukan permohonan baru,” kata Turni.

Tjeppy menjelaskan, saat ini hanya SPP untuk sapi bakalan yang masa berlakunya tiga bulan. Di masa datang, SPP impor untuk semua hewan dan produk hewan dikeluarkan untuk masa enam bulanan. ”Agar tidak sampai menumpuk,” ujar dia. (MAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com