JAKARTA, KOMPAS.com - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Selasa (29/6/2010) pagi turun 15 poin menjadi Rp 9.030-Rp9.040 per dollar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp 9.015-Rp 9.025 . Hal itu terjadi karena pelaku pasar masih melakukan aksi lepas terhadap rupiah, akibat menguatnya dollar AS di pasar.
Analis Valas PT Millenium Danatama Sekuritas, Ahmad Riyadi di Jakarta, mengatakan, koreksi terhadap rupiah dinilai kecil bahkan rupiah cenderung berada dalam kisaran sempit antara Rp 9.020 sampai Rp 9.050 per dollar AS. "Rupiah sejak dua minggu lalu berada di kisaran antara Rp 9.020 hingga Rp 9.050 per dollar AS sulit untuk menembus angka Rp 9.000 per dollar AS," ucap Ahmad Riyadi .
Menurut dia, rupiah memang tidak mudah untuk bisa mencapai angka R p9.000 per dollar AS, karena Bank Indonesia (BI) masih berada di pasar menjaga agar mata uang Indonesia tetap berada di atas angka Rp 9.000 per dollar. "Rupiah sedikit melemah, karena tekanan bursa Wall Street setelah keluarnya data pengeluaran konsumen yang diluar perkiraan," katanya.
Pergerakan rupiah, lanjut dia, mendapat dukungan dengan masuknya arus dana asing ke pasar, meski dari pasar eksternal cenderung melemah, dengan merosot bursa Wall Street. Namun peluang rupiah untuk kembali naik masih besar, karena pelaku pasar asing menyatakan ingin tetap bermain di pasar Asia ketimbang ke pasar Eropa maupun Amerika Serikat. Tekanan pasar terhadap rupiah, menurut dia, karena menguatnya dollar AS terhadap euro, akibat kekhawatiran utang Eropa yang sudah merembet ke negara lain.
Ia optimistis rupiah akan kembali menguat, setelah Bank Indonesia (BI) minta perbankan agar pada paruh kedua 2010 segera meningkatkan penyaluran kredit. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin baik menjelang akhir tahun ini, karena pemerintah segera mencairkan anggaran belanja modalnya lebih cepat," ucapnya.
Apabila semua dapat dilaksanakan, menurut dia, maka pertumbuhan ekonomi nasional akan tumbuh lebih cepat sesuai dengan perkiraan Bank Dunia. "Kalau ekonomi tumbuh hanya 5,7 perse maka pertumbuhan dinilai masih melamban," ujar Ahmad Riyadi .
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.