JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus penganiayaan yang menimpa aktivis Indonesia Corruption Watch atau ICW, Tama S Langkun, semakin menyudutkan Polri. Kasus penganiayaan terhadap Tama dinilai tidak perlu terjadi jika sejak awal Polri bersikap terbuka soal dugaan rekening mencurigakan milik sejumlah perwira Polri.
"Kalau sudah terbuka (soal rekening mencurigakan), masyarakat tidak perlu kesulitan untuk melakukan kontrol. Tapi karena pasif, maka akhirnya jadi konflik antara penggiat antikorupsi dengan oknum yang tidak suka dengan dikuaknya persoalan ini," ungkap Ketua Komisi Informasi Pusat Alamsyah Siregar dalam jumpa pers menyikapi insiden kekerasan terhadap Tama S Langkun, di Rumah Sakit Asri, Jakarta Selatan, Senin (12/7/2010).
Menurut Alamsyah, sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, lembaga negara termasuk penegak hukum harus melaporkan kinerja minimal enam bulan sekali. Polri, sebutnya, harus memublikasikan hasil penanganannya terkait rekening yang mencurigakan.
"Dalam konteks itu, kepolisian, kejaksaan, ataupun KPK, kalau menerima masukan PPATK, harus mempublikasikan adanya rekening mencurigakan tanpa harus menyebut siapa pemilik dan nomor rekeningnya," tutur Alamsyah.
Seperti diberitakan, aktivis ICW Tama S Langkun menjadi korban penganiayaan oleh sekelompok orang tak dikenal pada Kamis (8/7/2010) dini hari.
Tama merupakan investigator ICW yang menyelidiki kasus dugaan rekening mencurigakan milik perwira Polri. Hingga kini Tama masih dirawat di RS Asri, Jakarta Selatan. Kasusnya hingga kini juga masih ditangani oleh pihak kepolisian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.