KOMPAS.com — Berita ini sungguh mengejutkan. "Cuk sudah dengar kalau Ful meninggal?" Pertanyaan sekaligus pemberitahuan atau dalam istilah Jawa lelayu itu sungguh menyentak. Betapa tidak, Ful yang merupakan sapaan akrab Muhammad Syaifullah, wartawan Kompas yang bertugas di Kalimantan, itu tak pernah terdengar sakit.
Selama tiga tahun kami bekerja sama di awal 2000 pun, saya tak pernah mendengar dia punya penyakit berisiko. Sebagai reporter, ketika itu dia juga senantiasa siap ditugaskan ke mana saja tanpa banyak bertanya, tanpa keluhan.
Setelah saya kembali ke Jakarta, kami memang hanya sesekali berkomunikasi. Juga sesekali bertemu ketika dia tugas di Jakarta, Bandung, Yogya, atau ketika dia akan berangkat haji dua tahun lalu. Hampir setiap kali bertemu atau berkomunikasi per telepon, Ful selalu meng-update informasi tentang Kalimantan. Pembawaannya yang tenang dan tidak meledak-ledak selalu membuat saya senang mendengarkan ceritanya, meskipun saya sebenarnya sangat tahu kegelisahannya terhadap bumi Kalimantan yang merupakan tanah tumpah darah yang sangat dia cintai.
Ya, Ful memang asli Kalimantan. Dia lahir dan besar di Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Lulus dari Universitas Negeri Sebelas Maret di Surakarta, dia bergabung dengan harian Kompas. Sejak penugasan pertama tahun 1999, Ful selalu bertugas di Kalimantan.
Sebelum akhirnya diangkat sebagai Kepala Biro Kalimantan berkedudukan di Balikpapan, Ful pernah bertugas di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan kerap juga meliput pelosok-pelosok pedalaman Kalimantan Tengah.
Sebagai wartawan sekaligus putra Kalimantan, Ful memang punya perhatian lebih pada persolan lingkungan akibat pembabatan hutan dan penambangan, juga soal pelestarian dan perlindungan satwa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.