Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Daging Sapi Kacau

Kompas.com - 14/08/2010, 04:23 WIB

Jakarta, Kompas - Dua pekan menjelang puasa, Kementerian Pertanian secara mendadak memangkas impor sapi bakalan. Sebulan sebelumnya, impor daging sapi juga dikurangi secara tiba- tiba. Perubahan mendadak kebijakan importasi daging sapi menjadi pemicu utama lonjakan harga.

Ketua Umum Asosiasi Importir Daging Indonesia Thomas Sembiring, Jumat (13/8) di Jakarta, meminta pemerintah agar tidak menimpakan kesalahan kepada pihak lain. ”Akui saja ada kesalahan dalam pengambilan kebijakan, sekali-kali mengakui tidak apa-apa,” ujar Thomas.

Masyarakat resah dengan kenaikan harga daging sapi yang tinggi pada bulan Ramadhan. Harga daging sapi kini Rp 70.000-Rp 80.000 per kilogram.

Thomas memahami keinginan pemerintah untuk menekan impor sapi bakalan dan daging sapi serta mengandalkan pasokan daging dari sapi lokal. Ini sejalan dengan keinginan swasembada daging sapi tahun 2014.

Namun, penurunan importasi daging sapi secara mendadak sulit dipahami. Ini mengingat pada semester II-2010 ada lima momentum besar yang berpotensi mendorong peningkatan konsumsi daging sapi, yakni bulan Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Natal, dan Tahun Baru.

Tahun 2010, izin impor daging sapi hanya dibatasi maksimal 73.000 ton. Padahal, realisasi impor 2009 berdasarkan data Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sebanyak 110.000 ton.

Ini belum lagi tidak adanya kompensasi impor daging dan sapi bakalan sebagai pengganti kebijakan pengamanan 200.000 sapi betina produktif dan penundaan pemotongan akibat bobot sapi yang belum memadai.

Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia Joni Liano juga mempertanyakan pengurangan impor sapi bakalan pada 28 Juli 2010 atau dua pekan menjelang puasa. Saat ini izin impor sapi bakalan hanya 452.000 ekor atau turun 41 persen dari realisasi tahun 2009 sebanyak 769.000 ekor.

Baik Thomas maupun Joni menyatakan, lonjakan harga daging sapi dalam negeri kemungkinan tidak akan setinggi saat ini kalau kebijakan bagus. Pengurangan impor pada awal tahun dilakukan agar pengusaha bisa mengantisipasi.

Harusnya, kata Thomas, dengan pengurangan impor, pemerintah harus bisa menjamin pasokan daging sapi yang bersumber dari sapi dalam negeri. ”Arus sapi dari daerah harus diperlancar. Tetapi, apa benar populasi sapi dalam negeri sudah naik, padahal penambahan bibit baru mulai tahun 2009. Paling tidak, butuh empat tahun sapi bibit itu bisa dipotong,” katanya.

Joni mengkhawatirkan masalah lonjakan harga ini akan diatasi dengan cara instan, yakni impor daging. Kalau itu dilakukan, Kementerian Pertanian tidak konsisten. Padahal, Menteri Pertanian Suswono kerap menyerukan pentingnya meningkatkan nilai tambah dalam industri sapi dengan mengimpor sapi bakalan untuk digemukkan daripada mengimpor daging dan jeroan.

Thomas menyatakan, kacaunya kebijakan daging nasional justru terjadi pada saat kebijakan sapi dan daging berada di bawah kendali satu kementerian, yakni Kementerian Pertanian.

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia Teguh Boediyana mengatakan, pemerintah kurang cermat dalam menghitung kebutuhan daging sapi dan pasokannya.

Teguh juga mengkritik buruknya sistem pemasaran sapi dari peternak sapi pedesaan hingga ke tingkat konsumen yang mata rantainya terlalu panjang.

Dari Surabaya, Jawa Timur, dilaporkan, daging sapi ilegal mulai diselundupkan ke wilayah Jatim. Dinas Peternakan Jatim telah menyita tujuh kontainer daging sapi ilegal yang berpotensi menekan harga sapi peternak.

Beras minim

Terkait stabilisasi harga beras, Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin menyatakan, rendahnya stok beras di tangan Bulog membuat pola stabilisasi harga tidak dilakukan seperti tahun 2008- 2009. Bulog saat itu menggelontorkan beras ke pasar sehingga harga tertekan. Saat ini stok beras di Bulog hanya 1,8 juta ton.

Perum Bulog Divisi Regional Jatim menyiapkan 322.000 ton beras untuk operasi pasar (OP). Harga jual yang ditetapkan mengacu pada instruksi menteri dalam negeri adalah Rp 5.300 per kilogram di pasar.

Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim Arifin T Hariadi menyatakan, meski animo masyarakat kurang, OP akan memiliki efek psikologis.

Dari Jambi, kebijakan OP dihentikan menyusul percepatan penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) dari bulan September ke bulan Agustus. Di Lampung, ada kesulitan untuk memenuhi cadangan beras. Stok beras di Divisi Regional Bulog Lampung hanya untuk 1,7 bulan.

Sementara itu, pemerintah menyiagakan dana kontingensi sebesar Rp 2 triliun yang dapat digunakan untuk menjaga ketersediaan beras dan menstabilkan harga komoditas makanan dan bahan makanan. Pengaktifan dana tersebut perlu dilakukan untuk melengkapi paket kebijakan pemerintah yang dibuat untuk mengamankan sektor pangan.

”Saat ini, dana kontingensi yang tersedia adalah kontingensi untuk pengadaan beras Rp 1 triliun dan stabilitas harga komoditas Rp 1 triliun. Jadi ada Rp 2 triliun dalam APBN Perubahan 2010,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.

(MAS/UTI/RIZ/JON/ITA/OIN/ABK/RAZ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com