Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemasaran Kopi Luwak Liwa Sulit

Kompas.com - 12/10/2010, 02:55 WIB

Liwa, Kompas - Sebagian produsen kopi luwak di Way Mengaku, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung, mulai menghentikan produksi karena kesulitan modal dan pemasaran produk. Padahal, kopi luwak disebut-sebut menjadi komoditas ekspor unggulan.

Dari 10 produsen di sentra kopi luwak Way Mengaku, hanya empat di antaranya yang masih aktif memproduksi kopi. Itu pun dengan skala produksi yang jauh lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya. Apalagi saat ini sedang tidak musim panen kopi.

Ditemui hari Minggu (10/10), Sapri (39), salah seorang produsen kopi luwak di Way Mengaku, mengatakan, di gudangnya saat ini menumpuk 7 kuintal biji kopi mentah gelondongan yang belum dapat terjual. Padahal, ia membutuhkan pemasukan untuk membiayai pakan 30 ekor luwaknya.

Akibatnya, ia mengurangi jumlah luwak yang dipelihara. Dari sebelumnya 100, tersisa 30 ekor. Sebagian luak dijual atau dilepaskan ke hutan.

Wahyu Anggoro (25), produsen kopi luwak lainnya yang memiliki merek dagang Musong Liwa, mengatakan, produksinya kini turun dari rata-rata sebelumnya 15 kilogram (kg) menjadi 5 kg per hari. Jumlah itu termasuk kopi bubuk dan gelondongan.

Selain modal, kendala terbesar produsen kopi luwak di Lampung Barat adalah pemasaran produk.

Penyebab utama sulitnya pemasaran produk adalah tidak adanya sertifikat keaslian produk para produsen kopi luwak yang tergabung dalam kelompok Pesagi Mandiri itu.

Turunnya produksi kopi luwak seiring dengan anjloknya volume ekspor kopi di Lampung. Berdasarkan data Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Lampung, periode Januari-Agustus 2010, nilai ekspor kopi di Lampung 213,985 juta dollar Amerika Serikat (AS). Jumlah itu jauh berkurang dari periode yang sama tahun lalu, yaitu 213,985 juta dollar AS.

Dampak merata

Di Bali, cuaca yang tidak menentu saat ini berdampak merata terhadap petani perkebunan. Produksi unggulan, seperti kopi, kakao, tembakau, dan jambu mete, menurun. Demikian pula kualitas dan harganya.

Komang Dodo, pemilik kebun kopi di Pupuan, Kabupaten Tabanan, misalnya, hanya bisa berharap hujan berkepanjangan ini tak berlanjut pada tahun depan. ”Kami sulit menjemur karena terik matahari jarang dan ini memengaruhi kualitas. Harga pun sudah anjlok sejak Agustus lalu dari Rp 1,8 juta per kilogram menjadi sekitar Rp 1 juta per kilogram,” kata Dodo.

Data Dinas Perkebunan Bali menyebutkan, produksi kopi robusta yang tahun lalu 11.426 ton turun sekitar 30 persen. Sementara produksi kakao turun sekitar 51 persen dari 6.825 ton tahun 2009 menjadi 3.536 ton tahun ini. (jon/ays)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com