Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Dianggap Hama, Kini Jadi Primadona

Kompas.com - 27/10/2010, 04:07 WIB

Wahyu Anggoro (25) tidak pernah menyangka jika biji-biji kopi berupa kotoran luwak ternyata mampu menjadi komoditas primadona. Bahkan, kopi yang harganya ”selangit” ini sekarang banyak diburu dan digemari publik mancanegara.

”Terus terang, dulu kami memandang itu (kopi luwak) menjijikkan. Kami baru tahu itu memiliki nilai jual setelah ada peneliti dari Hongkong masuk ke sini. Dia (peneliti) bilang, kopi luwak Lampung Barat adalah salah satu yang terbaik,” ujar produsen kopi luwak di Way Mengaku, Liwa, Lambar, baru-baru ini.

Kompleks Gang Pekonan, Way Mengaku, merupakan sentra penghasil kopi luwak di Lambar. Di sini terdapat sekitar 10 produsen kopi luwak yang seluruhnya merupakan usaha kecil menengah. Secara kasat- mata, dari luar, tidak tampak jika mereka memproduksi kopi luwak.

Rumah-rumah para produsen kopi luwak ini, dari luar, terlihat layaknya rumah penduduk biasa di daerah perkotaan. Namun, jika kita melongok ke dalam, di pekarangan samping atau belakang rumah, baru tampak aktivitas itu. Puluhan kandang luwak berjajar rapi.

Di rumah-rumah yang berukuran tak besar itu, kopi-kopi luwak diproduksi. Mulai dari mengumpulkan gelondongan kotoran luwak, menjemur, menyangrai (menggoreng biji kopi), hingga mengemas bubuk kopi, semuanya dilakukan di rumah masing-masing.

Kopi luwak memiliki keunggulan, antara lain kadar kafeinnya jauh lebih rendah, hingga 85 persen dari kopi umumnya. Dengan demikian, mereka yang memiliki penyakit lambung pun relatif aman jika mengonsumsi kopi ini berkali-kali.

Kopi luwak juga memiliki aroma dan rasa yang sangat kuat sehingga banyak digemari pencinta kopi. ”Rasanya dahsyat, aromanya sangat terasa. Ini betul-betul kopi kualitas tinggi yang tidak ada tandingannya,” ujar Andy S (30), seorang penggemar kopi.

Harga mahal

Keunggulan inilah yang membuat harga kopi luwak sangat mahal, yaitu Rp 750.000- Rp 1 juta per kilogram (bentuk bubuk) di tingkat produsen. Sementara, dalam bentuk gelondongan, harganya Rp 200.000 per kg. Di luar negeri, bahkan harganya (bubuk) bisa mencapai Rp 3 juta-Rp 5 juta per kg.

”Makanya, pembeli dari luar negeri tidak jarang datang ke sini,” tutur Sapri (39), produsen lainnya. Saat musim panen, setiap produsen di wilayah tersebut mampu memproduksi kopi luwak 10 kg hingga 15 kg per hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com