Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Harus Beli Produk Dalam Negeri

Kompas.com - 29/11/2010, 08:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk menciptakan ketahanan ekonomi nasional serta menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cepat, berkelanjutan, dan adil, sudah saatnya pemerintah melindungi produksi dalam negeri.

Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Ginandjar Kartasasmita pada seminar nasional ICMI di Jakarta, pekan lalu.

Menurut Ginandjar, selama ini Indonesia dikenal sebagai bangsa pembeli, bukan bangsa penjual. Oleh karena itu, sekarang sudah saatnya produksi dalam negeri dilindungi.

Caranya, pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) berperan sebagai pembeli utama semua produksi dalam negeri. Ini bisa dilakukan dan tidak melanggar ketentuan Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) soal perdagangan bebas.

”Di Indonesia, disuruh membeli produk dalam negeri susah sekali. Untuk meningkatkan mutu produksi dalam negeri bisa menggunakan Standar Nasional Indonesia,” ujar Ginandjar, yang pada era Orde Baru pernah menjadi Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (UP3DN)/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Kemandirian ekonomi merupakan syarat mutlak agar Indonesia bisa bersaing pada era globalisasi. Dulu, ujar Ginandjar, ketika dirinya menjadi Menmud UP3DN/Ketua BKPM, pemerintah sengaja memproteksi pengusaha nasional.

”Dulu, pengusaha seperti Arifin Panigoro, Aburizal Bakrie, dan Abdul Latief, pernah menikmati kebijakan tersebut. Sekarang mereka sudah menjadi pengusaha besar. Mungkin sekarang pengusaha nasional tidak perlu diproteksi, tetapi pemerintah/BUMN berfungsi sebagai pembeli besar produksi dalam negeri,” kata Ginandjar.

Dari Bandung dilaporkan, sosialisasi peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) yang dilakukan Menteri Perindustrian MS Hidayat masih sebatas inventarisasi permasalahan dunia usaha.

Berdasarkan pengamatan Kompas, kegiatan inventarisasi P3DN sudah sering dilakukan di kementerian teknis dan forum komunikasi, dengan dunia usaha dan instansi terkait.

Peserta sosialisasi masih mengeluhkan berbagai persoalan klasik yang belum diselesaikan pemerintah, terutama masalah infrastruktur.

Sementara itu, pemerintah lebih mengedepankan target pertumbuhan industri dan tantangan industri dalam menghadapi persaingan dalam perdagangan bebas.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, kondisi jalan yang rusak sangat menghambat kegiatan dunia usaha.

”Kerusakan infrastruktur menyebabkan minat investasi terhambat. Akibatnya, industri yang diharapkan menumbuhkan sektor padat karya sulit berkembang,” ujar Ade.

Ketua Asosiasi Industri Persepatuan Indonesia Eddy Widjanarko mengatakan, kebijakan importasi barang, khususnya bahan baku bagi industri alas kaki, masih menjadi persoalan yang belum tuntas.

Abdul Sobur dari Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia menekankan masalah pemanfaatan bahan baku rotan. Perdagangan bebas menghancurkan industri rotan sebagai salah satu unggulan dari sektor industri kerajinan.

MS Hidayat menegaskan, menyongsong tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan seluruh menteri untuk melakukan penghematan anggaran agar ada dana tambahan Rp 100 triliun untuk perbaikan infrastruktur.

(GUN/OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com