Jakarta, Kompas -
PJTKI ilegal itu tidak memiliki izin dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Rumah berlantai tiga itu juga tanpa papan nama PJTKI.
”Kami menangkap dua orang tersangka, yakni pemilik PJTKI dan sponsor,” kata Kepala Polsek Metro Tanjung Priok Komisaris Budhi Herdi.
Dari pengakuan tersangka, mereka mengirim 80 TKI ke Malaysia dan Singapura. ”Di rumahnya, ada tiga calon TKI yang akan diberangkatkan. Pagi hari sebelumnya, mereka memberangkatkan lima TKI,” kata Budhi.
Kedua orang yang ditangkap itu adalah MT bin RD (38) dan LS binti SR (37). MT adalah pemilik PJTKI itu. LS adalah sponsor yang mencari tenaga kerja di Jawa Barat, yakni Karawang, Indramayu, dan Subang. ”MT memiliki beberapa sponsor, tetapi baru LS yang berhasil kami tangkap,” kata Budhi.
MT mengatakan, dia mengirim TKI melalui kapal laut menuju Tanjung Pinang untuk TKI yang ke Singapura dan ke Pontianak untuk TKI yang ke Malaysia. Dari Pontianak, perjalanan melalui jalan darat ke Entikong.
”Di sana ada orang Malaysia yang menunggu. MT mendapat upah Rp 1 juta-Rp 3 juta per orang yang dikirim. Di sana mereka dipekerjakan di perkebunan kelapa sawit,” ujar Budhi.
Selain menangkap kedua tersangka itu, polisi juga mendapat dua buku daftar nama TKI yang diberangkatkan ke luar negeri, dua lembar bukti pengiriman uang melalui Western Union, tiga telepon seluler, empat buku paspor asli, dan sejumlah fotokopi paspor. Polisi juga menemukan berbagai macam stempel imigrasi dan nama pejabat imigrasi.
”Ketika digeledah ulang, kami menemukan stempel yang diduga palsu di dalam tabung mesin cuci,” kata Budhi.
Stempel yang ditemukan antara lain stempel Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Priok dan Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Soekarno-Hatta.
”Mereka lima bulan beroperasi. Sebelumnya, MT membuka jasa pembuatan paspor. Dia pernah diciduk Densus 88 karena membuatkan paspor untuk tersangka teroris,” ujar Budhi.
Sementara itu, MT menutup wajahnya dan menolak menjawab semua pertanyaan.
Untuk kasus ini, polisi mengenakan Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Kepala Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta Deded Sukendar mengatakan, untuk mengatasi adanya sejumlah PJTKI ilegal, mereka bekerja sama dengan imigrasi dan kepolisian. Banyak PJTKI ilegal merekrut di daerah lain dan hanya menjadikan Jakarta sebagai basis penampungan sebelum diberangkatkan.
”PJTKI ilegal sulit dipantau karena tidak terdaftar alamatnya,” kata Deded.