Direktur Umum Lion Air Edward Sirait menjelaskan hal itu di sela-sela prapembukaan Museum Batak TB Silalahi di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Sabtu (18/12). ”Banyak hal yang harus diperbaiki untuk bisa memuluskan penerbangan ke dan dari Silangit,” ujarnya.
Yang utama, lanjut Edward, keseriusan pemerintah setempat. Selama ini pemerintah lokal tidak begitu memberi respons bagus terhadap upaya pembukaan rute ke dan dari Silangit. Akibatnya, pasar lesu dan penerbangan dari dan ke Bandara Silangit ditutup, tinggal pesawat Susi Air yang terbang Medan-Silangit dengan sistem carter.
Dia mencontohkan, Bandara Aek Godang bisa maju antara lain karena Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan serius membantu. Itu didukung juga oleh pasar yang bagus.
Selain itu, kata Edward, agen wisata jarang mempromosikan kepada wisatawan yang ke Danau Toba untuk memilih jalur udara.
”Padahal, alternatif ini sangat menarik karena lebih hemat waktu. Pulangnya mereka bisa lewat jalur darat kalau mau, atau kembali menggunakan pesawat,” katanya.
Buruknya kerja sama itu membuat perusahaan maskapai penerbangan tidak tertarik membuka penerbangan dari dan ke Silangit.
”Kami pernah membuka penerbangan Medan-Silangit, tetapi hanya bertahan dua bulan karena tidak ada penumpang,” kata Edward.
Saat itu Lion Air menerbangkan Wings Air dengan pesawat baru ATR72-500 dengan kapasitas 72 tempat duduk. Harga tiketnya Rp 300.000 per orang. Namun, dalam setiap penerbangannya hanya terisi 6 orang dan paling banyak 10 orang. Padahal, untuk menutupi biaya operasi setidaknya butuh 45 penumpang.